Nationalgeographic.co.id—Beberapa pulau kecil Raja Ampat di Papua Barat Daya sedang menjadi sorotan publik Indonesia. Pasalnya, pulau-pulau di wilayah yang disebut-sebut sebagai "surga terakhir di bumi" itu mengalami kerusakan akibat pertambangan nikel. Kerusakan itu menghadirkan kontras visual yang tajam di wilayah kepulauan yang terkenal memiliki keindahan alam tiada duanya itu.
Selain Raja Ampat, ternyata beberapa tempat indah lainnya di dunia juga menghadapi ancaman kerusakan akibat ulah manusia. Bahkan beberapa di antaranya merupakan tempat yang berstatus sebagai Warisan Dunia.
Komite Warisan Dunia telah mendesak pemerintah dan sektor swasta untuk menghormati situs Warisan Dunia sebagai area terlarang bagi industri ekstraktif, dengan memperhatikan temuan IUCN’s World Heritage Outlook, yang menegaskan bahwa ekstraktif merupakan ancaman yang semakin besar bagi Warisan Dunia alami. Prinsip terlarang tersebut mengakui bahwa ekstraktif tidak sesuai dengan status Warisan Dunia.
Seruan Komite tersebut menggemakan kekhawatiran yang diungkapkan oleh para anggota IUCN atas pesatnya pertumbuhan aktivitas industri yang merusak lingkungan seperti pertambangan, minyak, dan gas, serta kegiatan pembangunan infrastruktur seperti bendungan dan jalan.
Aktivitas-aktivitas ini yang tidak hanya memengaruhi situs Warisan Dunia, tetapi juga semua kawasan lindung di seluruh dunia.
“Pemerintah dan masyarakat sipil di Kongres Konservasi Dunia IUCN pada bulan September [2016] menyerukan agar semua kawasan lindung dianggap sebagai area terlarang bagi aktivitas industri skala besar dan pembangunan infrastruktur,” kata Tim Badman, Direktur Program Warisan Dunia IUCN.
“Agar tetap kredibel, Konvensi Warisan Dunia harus menunjukkan kepemimpinannya dalam mengamankan perlindungan tempat-tempat alami terpenting di bumi terhadap ancaman-ancaman besar tersebut.”
Berikut ini adalah beberapa tempat ikonik di dunia yang terkenal akan keindahan alamnya tetapi terancam rusak akibat kegiatan ekstraktif seperti pertambangan ataupun aktivitas pembangunan.
Raja Ampat
Setidaknya ada empat pulau kecil di Raja Ampat yang kini rusak akibat kegiatan pertambangan nikel. Iqbal Damanik, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, mengungkapkan hasil riset timnya terkait kerusakan di Raja Ampat.
Baca Juga: Di Balik Tagar Save Raja Ampat dan Ekspansi Nikel yang Kian Gawat
"Yang sudah ada aktivitas eksploitasi itu ada dua: Pulau Gag sama Pulau Kawe. Itu udah ada pembukaan lahan, sudah ada deforestasi, sudah ada sedimentasi di wilayah pesisirnya, sudah ada transportasi alat berat, ekskavator gitu ya," ujar Iqbal kepada National Geographic Indonesia pekan ini.
"Terus ada satu lagi yang sedang eksplorasi. Nah eksplorasi itu dia sudah ada pengeboran, pendirian tenda-tenda, sudah ada pembukaan lahan walaupun tidak sebesar yang eksploitasi ya. Itu udah ada di Pulau Batang Pele," imbuhnya lagi.
"Lalu juga ada di Pulau Manuran. Di Manuran ini satu tahun belakangan ini aktif sebenarnya, tapi sejak 2025 kami lihat sudah tidak ada penambangan lagi. Tapi secara izin mereka masih aktif dan pembukaan lahan sudah terjadi di sana. Sudah terjadi eksploitasi di Menuran. Jadi yang sudah ada eksploitasi itu di Pulau Gag, Manuran, sama di Pulau Kawe."
Iqbal juga mengatakan bahwa sebenarnya juga ada aktivitas pertambangan di pulau lainnya di Raja Ampat. "Sebenarnya juga pernah ada di Yanbekaki, tapi izinnya sekarang sudah tidak aktif lagi, tapi dulu pernah ada pembukaan, tapi izinnya sudah enggak aktif."
Jadi berdasarkan hasil analisis timnya, izin pertambangan yang aktif di wilayah Raja Ampat kini ada di lima pulau. "Ada lima aja yang aktif gitu ya. Yang sudah eksploitasi tiga, satu eksplorasi, satu lagi belum ada aktivitas sama sekali."
Taman Nasional Virunga
Taman Nasional di Republik Demokratik Kongo telah lama terpapar ancaman ekstraktif. Rekomendasi bersama IUCN dan UNESCO kepada Komite Warisan DUnia menyoroti ancaman pengeboran minyak bagi Virunga dari konsesi yang diberikan di Uganda yang berbatasan dengan lokasi tersebut.
Virunga adalah taman nasional tertua di Afrika dan salah satu area dengan keanekaragaman hayati terkaya di planet ini.
Air Terjun Iguazu
Selain kegiatan ekstraktif seperti pertambangan dan perminyakan, proyek bendungan besar juga telah diakui sebagai ancaman utama bagi situs Warisan Dunia. Kegiatan pembangunan bendungan sering kali diperburuk oleh kurangnya penilaian dampak lingkungan terhadap nilai-nilai luar biasa dari area-area ini.
Berdasarkan saran IUCN, Komite Warisan Dunia mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan pembangunan tersebut sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan status Warisan Dunia.
Bendungan dapat memengaruhi nilai estetika, seperti yang terjadi pada Air Aerjun Iguazu yang ikonik. Air terjun ini terletak di dalam dua taman nasional yang terdaftar sebagai Warisan Dunia di Brasil dan Argentina. Habitat spesies juga dapat rusak.
Taman Nasional La Amistad
Proyek bendungan juga mengganggu koridor migrasi spesies ikan di Cagar Alam Talamanca Range-La Amistad/Taman Nasional La Amistad di sepanjang perbatasan Panama dan Kosta Rika.
Seperti yang direkomendasikan oleh IUCN, Komite Warisan Dunia menyatakan penyesalan yang mendalam atas persetujuan Panama atas pembangunan bendungan Changuinola II, meskipun tidak ada proses penilaian dampak yang lengkap.
Komite mengikuti saran IUCN untuk menegaskan kembali perlunya penilaian dampak lingkungan untuk secara khusus membahas bagaimana nilai-nilai Warisan Dunia dipengaruhi oleh proyek-proyek infrastruktur yang diusulkan.
Penilaian tersebut harus berlaku untuk semua proyek yang mungkin berdampak pada suatu lokasi, bahkan jika proyek-proyek tersebut berlokasi di luar batas-batasnya.
Sundarbans
Sundarbans di Bangladesh terpapar sejumlah ancaman termasuk proyek pembangkit listrik tenaga batu bara Rampal di dekat lokasi tersebut.
UNESCO-IUCN mencatat bahwa penilaian dampak lingkungan yang disiapkan oleh Bangladesh tidak sepenuhnya mempertimbangkan bagaimana pembangkit tersebut akan memengaruhi nilai-nilai Situs Warisan Dunia itu.
Dikutip dari laman IUCN, situs ini merupakan bagian dari hutan mangrove terbesar di dunia. Situs ini juga merupakan rumah bagi harimau Bengal.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR