Nationalgeographic.co.id—Tahun lalu, T. rex yang ikonik ini mendapat sorotan luar biasa. Suzana Herculano-Houzel, ahli saraf di Vanderbilt University, menghitung bahwa predator itu memiliki 3,3 miliar neuron di satu bagian otak depannya. Penemuan itu membuat otak depan dinosaurus yang muncul dalam film Jurassic World itu setara dengan otak babon modern.
Penemuan itu menimbulkan keraguan dan kecurigaan. “Setiap dugaan bahwa dinosaurus ini secerdas primata tampaknya seperti lompatan besar,” kata Cristian Gutierrez-Ibanez. Gutierrez-Ibanez adalah seorang ahli saraf komparatif di Alberta University. “Memiliki jumlah neuron yang sama dengan primata tidak menjadikan Anda primata,” tuturnya.
Gutierrez-Ibanez dan rekan-rekannya telah menemukan jumlah neuron yang jauh lebih konservatif. Telencephalon T. rex, bagian otak depan yang terlibat dalam fungsi sensorik, kognitif, dan motorik, memiliki sekitar 360 juta neuron. Hal tersebut diungkap dalam laporan para peneliti pada tanggal 26 April di Anatomical Record. Perkiraan baru menunjukkan bahwa otak depan T. rex lebih mirip dengan otak depan buaya modern daripada otak depan primata.
Laporan Gutierrez-Ibanez dan tim bertajuk "How smart was T. rex? Testing claims of exceptional cognition in dinosaurs and the application of neuron count estimates in palaeontological research".
Menghitung jumlah neuron yang dimiliki hewan memerlukan pengetahuan tentang seberapa padat sel-sel otak tersebut. Hal itu bisa jadi sulit karena kepadatan neuron sangat bervariasi di antara hewan. Selain itu juga karena sel-sel otak ini tidak terawetkan dengan baik dalam catatan fosil. Ketika mengamati hewan yang telah punah, ilmuwan harus menggunakan kepadatan neuron kerabat modern sebagai proksi.
Di sinilah letak masalahnya. T. rex berkerabat dengan reptil dan burung. Namun, kedua kelompok ini memiliki kepadatan neuron yang sangat berbeda. Reptil memiliki lebih sedikit neuron per sentimeter persegi otak daripada burung. Bagaimana saat peneliti menghitung jumlah neuron pada theropoda yang telah punah, kelompok dinosaurus yang mencakup T. rex? Mereka harus memutuskan apakah akan menggunakan kepadatan neuron burung, reptil, atau gabungan keduanya.
Dalam studi tahun 2023, Herculano-Houzel menghitung rasio antara ukuran otak dan massa tubuh sekitar 30 dinosaurus. Kemudian melihat bagaimana mereka dibandingkan dengan burung dan reptil modern. Perhitungannya menggunakan keluarga burung purba. Hal ini mengisyaratkan bahwa otak theropoda lebih mirip otak burung daripada otak dinosaurus lainnya. Ia menggunakan kepadatan neuron burung modern yang paling dekat hubungannya dengan theropoda untuk menghitung berapa banyak neuron T. rex.
Studi Herculano-Houzel itu bertajuk "Could a theropod like T. rex have had human-like numbers of neurons"
Bahkan jika burung adalah dinosaurus yang masih hidup, asumsi itu keliru, kata Gutierrez-Ibanez. “Menambahkan rentang burung hidup yang lebih luas ke perbandingan rasio otak-tubuh membuat T. rex lebih sesuai dengan reptil bersisik,” ungkap Gutierrez-Ibanez dan tim.
Studi Herculano-Houzel juga meningkatkan jumlah neuron dengan mengasumsikan bahwa otak dinosaurus menempati seluruh rongga otak, seperti otak burung modern. Otak T. rex dan banyak dinosaurus lain mengapung dalam cairan. Sifat tersebut ditemukan pada buaya modern.
Tim Gutierrez-Ibanez menghitung ulang ukuran otak T. rex menggunakan volume otak yang lebih kecil. Mereka mengurangi jumlah neuron di telensefalon dari 3,3 miliar menjadi 1,2 miliar. Menggunakan kepadatan neuron reptil mengurangi jumlahnya lebih jauh menjadi antara 245 juta dan 360 juta.
Baca Juga: Kameo Jurassic World, Kisah Spinosaurus yang Jadi Misteri Abadi
Herculano-Houzel mengatakan bahwa studinya memang memperhitungkan otak dinosaurus yang tidak sepenuhnya mengisi rongga otak. Dia juga tidak yakin dengan temuan baru tersebut.
“Gutierrez-Ibanez dan rekan-rekannya membuat ‘kesalahan fatal’ dalam asumsi mereka tentang rasio tubuh-otak yang menyebabkan jumlah sel yang lebih rendah,” kata Herculano-Houzel. Dengan memasukkan burung-burung yang berkerabat jauh seperti pelikan dan penguin tim Gutierrez-Ibanez sampai pada kesimpulan yang salah, menurut Herculano-Houzel. Burung-burung yang berkerabat jauh itu memiliki rasio tubuh-otak yang berbeda secara fundamental.
Apakah T. rex memiliki banyak neuron cadangan mungkin bukan indikator yang baik dari keseluruhan kekuatan otak dinosaurus, kata Amy Balanoff. Balanoff adalah ahli biologi evolusi di Johns Hopkins School of Medicine.
Bahkan jika T. rex memiliki kepadatan neuron yang setara dengan primata, sel-sel tersebut mungkin membantu dinosaurus menggerakkan tubuh. Atau untuk mengumpulkan informasi sensorik. Misalnya, pusat penciuman otak depan T. rex sangat besar, kata Balanoff.
Jika ada banyak neuron di telensefalon, banyak di antaranya akan dikhususkan untuk memproses informasi penciuman.
Namun, Balanoff berkata, “Saya sangat menghargai penelitian awal yang memulai pembahasan. Anda tidak dapat memajukan sains jika Anda tidak mau mengungkapkan datanya.”
“Jumlah neuron bukanlah prediktor yang baik untuk kinerja kognitif. Dan menggunakannya untuk memprediksi kecerdasan pada spesies yang telah lama punah dapat menyebabkan interpretasi yang sangat menyesatkan,” imbuh Dr. Ornella Bertrand dari Institut Català de Paleontologia Miquel Crusafont.
“Kemungkinan bahwa T. rex mungkin secerdas babon sangat menarik dan menakutkan. Hal itu juga memiliki potensi untuk mengubah pandangan kita tentang masa lalu,” simpul Dr. Darren Naish dari University of Southampton. “Namun, penelitian kami menunjukkan bagaimana semua data yang kami miliki bertentangan dengan gagasan ini. Mereka lebih seperti buaya raksasa yang cerdas, dan itu sama menariknya.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR