“Saya pikir ini adalah bukti pertama yang baik yang kita miliki tentang strategi antipredasi di antara mamalia awal," kata Luke Weaver. Weaver adalah seorang paleontolog di University of Michigan.
Bulu yang gelap dan kaya melanin mungkin bermanfaat dalam hal lain. Bulu tersebut mudah memanas dan berpotensi membantu mamalia awal tetap hangat. Bulu yang gelap mungkin juga sangat kuat dan tahan aus, melindungi kulit mamalia.
Shawkey mencatat bahwa penelitian tersebut terbatas pada enam spesies yang telah punah. Jadi ada kemungkinan bahwa beberapa mamalia awal menunjukkan pola atau warna cerah. Hipotesis monokrom tim tersebut dapat dijungkirbalikkan jika ahli paleotologi menemukan fosil tikus dengan “mohawk oranye raksasa”.
“Kapan kita mulai melihat bintik-bintik dan pola-pola pada mamalia? Kapan kita mulai melihat warna cokelat muda dan oranye dan hal-hal seperti itu?” Ada kemungkinan kepunahan dinosaurus non-unggas sekitar 66 juta tahun lalu memainkan peran penting. Keanekaragaman mamalia meningkat pesat sebagai respons. Dan perpindahan ke berbagai habitat siang hari yang aman mungkin juga memicu spektrum warna yang lebih luas.
Namun, Weaver mencatat, beberapa penelitian menunjukkan bahwa diversifikasi ini mungkin telah dimulai lebih awal.
“Ada bukti yang muncul yang menunjukkan bahwa mamalia mungkin telah mengalami diversifikasi ekologis sebelum kepunahan dinosaurus,” katanya. Pengambilan sampel melanosom dari mamalia yang hidup selama Periode Cretaceous akhir, pada senja Zaman Dinosaurus, akan sangat informatif.
Maria McNamara adalah seorang ahli paleontologi di University College Cork. Ia ingin mencari tahu apakah mamalia yang hidup di garis lintang yang berbeda selama Periode Jurassic juga memiliki warna gelap yang sama.
“Kita perlu lebih banyak makalah seperti ini untuk dipublikasikan,” kata McNamara. “Sangat penting untuk menunjukkan bahwa paleontologi modern lebih dari sekadar mendeskripsikan tulang-tulang tua yang berdebu. Ini adalah ilmu analitis yang berkembang pesat.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR