Disebut-sebut sebagai “sekeping surga terakhir di bumi”, Raja Ampat terkenal akan keanekaragaman hayatinya.
Dilansir dari laman KPP Raja Ampat, Raja Ampat mencakup 4.6 juta hektar daratan dan laut, di mana lebih dari 2 juta hektar-nya adalah kawasan konservasi perairan. Kepulauan ini menjadi ‘rumah’ bagi lebih dari 1.600 spesies ikan. Sekitar 75% spesies karang yang dikenal di dunia ada di Raja Ampat. 6 dari 7 jenis penyu yang terancam punah dan 17 spesies mamalia laut yang diketahui pun bisa ditemukan di sini.
Pari manta karang (Mobula alfredi) merupakan salah satu spesies yang menghuni Raja Ampat. Pari manta karang adalah perenang yang tangguh. Mereka dapat menempuh jarak ratusan kilometer untuk mencari makan. “Pergerakan terpanjang yang pernah tercatat untuk seekor pari manta karang adalah 1.150 km, yang diamati di Australia Timur,” tulis Edy Setyawan di laman The Conversation.
Pari manta karang memang mampu berenang dalam jarak yang jauh. Namun peneliti menemukan hal baru dengan pari manta karang di Raja Ampat. Menurut hasil pengamatan, pari manta karang di Raja Ampat lebih cenderung berenang dalam jarak pendek. Mereka tampaknya lebih suka tinggal dekat dengan habitat lokal mereka. Serta memperkuat ikatan sosial mereka dan membentuk populasi yang berbeda.
Studi tersebut bertajuk “Spatial connectivity of reef manta rays across the Raja Ampat archipelago, Indonesia”.
Penelitian melibatkan peneliti dari Indonesia, Selandia Baru, dan Australia dan dipublikasikan dalam jurnal Royal Society Open Science. Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang spesies yang rentan secara global ini.
Para pembuat kebijakan dapat menggunakan temuan penelitian ini untuk meningkatkan upaya konservasi bagi pari manta karang di Raja Ampat. Pari manta karang, termasuk di perairan Raja Ampat, kini menghadapi tantangan karena penangkapan ikan dan pariwisata.
Mengapa ikan pari manta karang tidak berkeliaran jauh?
Penelitian menemukan bahwa ikan pari manta karang menempati tiga habitat berbeda di Raja Ampat. Hingga Februari 2024, tim mencatat 1.250 ekor pari manta di sekitar ekosistem terumbu karang Pulau Waigeo. 640 ekor pari manta di sekitar ekosistem terumbu karang di tenggara Misool, Raja Ampat Selatan. Dan tidak lebih dari 50 ekor pari manta di ekosistem atol Ayau di utara.
Di habitatnya sendiri, pari manta cenderung berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Mereka berpindah dengan jarak yang relatif pendek dalam radius 12 kilometer. Pari manta karang hanya sesekali melakukan perjalanan yang lebih jauh ke daerah serupa di habitat lain di Raja Ampat.
“Peneliti yakin ada beberapa alasan mengapa pari manta karang di Raja Ampat tidak sering menjelajah jauh,” tutur Setyawan.
Alasan pertama adalah adanya penghalang alami. Seperti perairan dalam-lebih dari 1.000 meter di bawah permukaan laut, antara Atol Ayau dan Pulau Waigeo. Serta laut antara Misool dan Kofiau, yang kedalamannya 800-900 meter.
Perjalanan melalui perairan dalam menimbulkan risiko yang lebih tinggi bagi pari manta karang. Pasalnya, ada kemungkinan mereka bertemu dengan predator alami, seperti paus pembunuh (Orcinus orca) dan hiu besar. Predator tersebut sering kali menghuni perairan terbuka yang dalam.
Alasan kedua adalah bahwa setiap habitat dilengkapi dengan sumber daya yang cukup, seperti tempat makan dan pembersihan. Jadi, mengurangi kebutuhan pari manta karang untuk melakukan perjalanan jauh.
Tim mengidentifikasi puluhan area makan dan tempat pembersihan di habitat yang ditempati oleh pari manta karang di Raja Ampat.
‘Kota kecil’ pari manta karang di Raja Ampat
Kebiasaan pari manta karang di Raja Ampat secara bertahap membentuk populasi yang unik.
Peneliti menemukan bahwa pari manta karang tidak membentuk satu populasi besar, tetapi terbagi menjadi tiga populasi lokal. Jadi, pari manta karang di Raja Ampat menciptakan metapopulasi. Metapopulasi terdiri dari beberapa populasi lokal dari spesies yang sama. Masing-masing menempati habitatnya sendiri tetapi semuanya berada dalam wilayah geografis yang sama.
Bayangkan metapopulasi sebagai kota kecil, yang terdiri dari “tiga dusun”. Ketika setiap dusun memiliki cukup makanan dan air, penduduknya lebih memilih untuk tinggal di pemukiman mereka sendiri. Namun, mereka tetap tinggal di kota yang sama dan sesekali saling mengunjungi.
Peneliti menemukan pola pergerakan ini berdasarkan proses pelacakan dari tahun 2016 hingga 2021 menggunakan telemetri akustik.
Dalam proses pelacakan, peneliti menggabungkan pelacakan akustik ini dengan analisis jaringan. Tujuannya adalah untuk memetakan jaringan pergerakan pari manta.
Metapopulasi terjadi karena pari manta individu bermigrasi di antara populasi lokal. Berdasarkan pengamatan, pari manta karang yang bermigrasi biasanya kembali ke daerah asalnya, ering kali musiman. Sementara yang menyebar umumnya tidak kembali.
Pola pergerakan ini berarti ada lebih sedikit percampuran individu di antara populasi lokal dibandingkan dengan dalam satu populasi lokal.
Cara melindungi pari manta terumbu karang dengan lebih baik
Beberapa kebijakan dan upaya konservasi telah berhasil meningkatkan populasi pari manta terumbu karang di Raja Ampat.
Namun, peningkatan aktivitas manusia seperti penangkapan ikan dan pariwisata di Indonesia bagian timur masih menimbulkan tantangan. Pari manta memang tidak ditangkap atau diburu secara langsung. Tapi mereka sering terjerat tali pancing dan jaring, yang dapat menyebabkan cedera dan terkadang kematian.
Raja Ampat pun semakin populer sebagai tujuan wisata utama. Kepadatan penduduk dan perilaku agresif oleh penyelam dan perenang di Raja Ampat mengganggu pembersihan dan pemberian makan pari manta. Semuanya dapat memengaruhi kesehatan dan kebugaran pari manta karang.
Strategi konservasi untuk pari manta terumbu karang memerlukan pendekatan yang lebih tepat dan terarah. Tujuannya adalah untuk mengatasi tantangan yang semakin meningkat ini secara efektif.
Pengakuan pari manta karang sebagai metapopulasi dapat menginformasikan perubahan strategi dalam pengelolaan konservasi.
Tim peneliti juga telah menyampaikan temuan dan rekomendasi mereka kepada otoritas yang bertanggung jawab mengelola jaringan Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat.
Mereka merekomendasikan agar otoritas pengelolaan kawasan lindung laut di Raja Ampat membuat dan menerapkan tiga unit pengelolaan terpisah. “Masing-masing unit disesuaikan dengan kebutuhan khusus salah satu populasi pari manta setempat,” jelas Setyawan.
Unit-unit terpisah diperlukan karena setiap habitat memiliki demografi yang berbeda dan berjauhan, sehingga sulit untuk mengelolanya sebagai satu unit. Strategi ini dapat dilakukan karena penjaga setempat di setiap habitat telah melakukan patroli dan pemantauan secara teratur.
Peneliti juga melihat kebutuhan mendesak untuk melindungi area kritis untuk berbagai aktivitas pari manta karang di Raja Ampat. Area kritis itu disebut Eagle Rock, yang saat ini berada di luar zona perlindungan yang ada. Terletak di sebelah barat Waigeo, Eagle Rock dapat dijaga secara efektif dengan memperluas jaringan kawasan lindung laut Raja.
Melindungi Eagle Rock sangat penting. Pertama, karena Eagle Rock berfungsi sebagai koridor migrasi penting yang menghubungkan area dan habitat penting di dalam beberapa kawasan. Seperti kawasan lindung laut Misool Tenggara, kawasan lindung laut Selat Dampier, kawasan lindung laut Raja Ampat, dan kawasan lindung laut Waigeo Barat. Yang kedua, karena meningkatnya ancaman dari aktivitas penambangan nikel di Pulau Kawe.
Kawasan lindung laut melarang penangkapan ikan secara industri, membatasi pariwisata, dan semua kegiatan yang tidak berkelanjutan. Termasuk pertambangan. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dampak lingkungan.
Tim memetakan pola pergerakan dan jaringan area dan habitat utama pari manta karang di Raja Ampat. Selain itu, penelitian ini juga bisa menjadi dasar bagi penelitian di masa mendatang, termasuk analisis genetik dan pelacakan satelit.
Teknik canggih dapat memberikan wawasan mendalam tentang struktur populasi, wilayah jelajah, dan distribusi pari manta karang di Raja Ampat. Pada akhirnya, juga dapat membantu meningkatkan strategi pengelolaan dan konservasi.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | The Conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR