Nationalgeographic.grid.id—Tanah Hindia yang kaya dan masyhur, menebar bau rempah yang menguntungkan hingga ke negeri kincir angin. Menarik banyak orang-orang Belanda untuk datang dan menegakkan kehidupan di sana.
Di sana terjadi peleburan masyarakat Hindia menjadi indis. Terjadi perubahan besar-besaran dari masyarakat tradisional ke arah modern dengan bauran bahasa, politik, budaya, hingga agama. Salah satunya penyebaran agama Kristen.
Salah satu jurnal perjalanan seorang pendeta muda yang merantau ke Hindia dituliskan oleh Kristine Groenhart kepada Historiek dalam artikel bertajuk "Een dramatisch leven in Nederlands-Indië", terbitan 3 April 2025.
Tiga bulan sebelum berangkat ke Hindia, Ernst de Vreede menikah dengan teman masa kecilnya, Henny Bomers. Barulah pada bulan Maret 1925, sebagai seorang pendeta muda, ia berangkat dengan penuh harapan ke sebuah pulau di Maluku: Ambon.
Bukan sembarang sarjana, tidak hanya belajar di Teologi di Utrecht, tetapi juga menghabiskan enam bulan di Sekolah Misionaris Belanda di Oegstgeest. Di sana Ernst mempelajari segala sesuatu tentang sejarah gereja dan 'Misi dan Islam.'
Menariknya, ia juga mendalami disiplin ilmu lain seperti obstetri, penyakit kulit, dan juga pelajaran organ. Sebaliknya, istrinya, Henny, juga telah mempersiapkan dirinya dengan amat baik sebelum berangkat ke Hindia.
Ia telah menerima tiga bulan pendidikan dalam bahasa Melayu dan 'rumah tangga di daerah Tropis' di 'Sekolah Kolonial untuk Anak Perempuan dan Wanita' di Den Haag.
Maka, perjalanan panjangnya melintasi samudera menuju Hindia dimulai. Mereka menaik kapal uap De Slamat. Perjalanan yang panjang dan melelahkan itu berlangsung selama tiga minggu.
Sesampainya di Ambon, Ernst tidak hanya berkhotbah dan membaptis, tetapi juga mendirikan sebuah perkumpulan pemuda yang besar dan beberapa sekolah, di mana Henny diminta untuk mengajar para wanita dan anak perempuan.
Tetapi sebelum mereka datang, penduduk asli tentu saja telah menganut kepercayaannya sendiri. Lebih-lebih, orang-orang Ambon yang sangat percaya pada takhayul—menurut pandangan Belanda kala itu—yang telah mengakar kuat sejak zaman moyangnya.
Segala macam cerita beredar di Ambon. Salah satu legenda telah berhasil membawa Ernst ke 'tempajang', sebuah kendi air di Gunung Sirimau, yang menurut penduduknya selalu terisi air.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR