Nationalgeographic.grid.id—Tidak mudah bagi seorang wanita Eropa yang belum menikah untuk memutuskan tinggal di Hindia Belanda. Hal ini juga dialami seorang wanita Eropa bernama Alma Bimmermann.
Ketika Alma memutuskan untuk tinggal di Hindia Belanda, ia tidak menerima uang atau dukungan dari orang tuanya. Tidak mungkin pula saudara kembarnya, Caesar, datang menolongnya
Ya, sekalipun Caesar akan hidup di Hindia Belanda, dia ditugaskan sebagai tentara sukarelawan di Depot Perekrutan Kolonial di Harderwijk. Alma kukuh, ia tetap memilih untuk hidup di Hindia.
Ia tiba di Batavia pada tahun 1874. Setelah setahun, ia menyadari bahwa populasi orang Eropa kurang dari enam puluh ribu jiwa, di mana kebanyakan dari mereka adalah orang Belanda, dan kebanyakan laki-laki.
Setahun pertama adalah masa-masa sulit baginya. Yang paling tragis, banyak di antara anak-anak Belanda yang meninggal saat baru hidup dengan iklim Hindia yang jauh berbeda dibanding Belanda. Lebih lagi, angka kematian seorang ibu saat melahirkan sangat tinggi.
Alma sadar, saat ia tinggal di Jawa, Hindia Belanda telah memasuki masa kemajuannya. Mereka mulai beranjak dari kehidupan tradisional pada kehidupan yang disebut dengan istilah "modern".
Ambil contoh, ketika seluruh daratan Jawa dapat dengan mudah diakses menggunakan kereta. Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda membangun jalur dari Semarang ke Yogyakarta dan segera setelah itu dari Surabaya ke Pasuruan.
Pada pembukaan jalur, band-band memainkan musik mars dan pemain perkusi memainkan gamelan. Penumpang pertama dapat menikmati pesta dan sampanye sebelum menaiki kereta untuk perjalanan spektakuler di atas jembatan kereta api. Begitu majunya.
Lampu gas diperkenalkan di kota-kota, diikuti oleh listrik dan telepon. Trem dibangun. Kenyamanan itu menarik semakin banyak pengusaha dan petualang Belanda.
Ketika para penguasa pribumi mulai mengenali kemajuan zaman, mereka menjadi lebih terbuka. Lelaki Hindia berkedudukan akan memanfaatkan hak prerogatif: jabatan dan uang secara gila-gilaan.
Di balik semua itu, Alma mulai menemukan kehidupan yang jauh lebih dalam dan lebih kelam, dideritakan para perempuan pribumi. Lebih-lebih yang terlahir miskin dan tak beruntung.
Alma mulai mengenal sosok nyai. Seperti pada perjumpaannya dengan bujangan muda yang datang dari Belanda, lulusan Sekolah Politeknik di Delft.
Diketahui jika bestuursambtenaren atau calon pegawai negeri yang sudah dipersiapkan menjabat di Hindia Belanda, bahkan disarankan untuk tinggal dengan nyai sebelum mereka benar-benar menikah dengan perempuan Belanda.
Hal ini didasari untuk mencegah kunjungan para bujangan muda Belanda yang datang ke tempat prostitusi untuk melacur, atau menjauhkan mereka dari pengaruh alkoholisme di antara jiwa-jiwa yang kesepian di tempat-tempat terpencil di Hindia.
Tepat setelah seorang bujang muda Belanda ini menikah dengan wanita Belanda yang dipilihnya secara sah, maka nyai dan anak-anak hasil pergundikan itu bisa saja ditendang dari rumahnya.
Pergundikan, samenleven atau kumpul kebo dengan perempuan lokal, hingga melahirkan anak-anak yang dianggap tidak sah secara hukum kolonial, adalah bagian dari kengerian yang dijumpai Alma selama tinggal di Jawa.
Alma Bimmermann dipenuhi dengan seribu ketakutan selama tahun-tahun pertama itu. Ia menceritakan nasibnya sebagai seorang wanita muda, tak terlindungi, dan berkulit putih saat itu. Namun, ia memutuskan untuk tetap tinggal.
Sedang, saat ia mulai mengenali beberapa peempuan pribumi yang cantik dan menawan, sebagian terpelajar—barangkali keturunan bangsawan, mereka juga tak berhak untuk memilih sendiri calon suaminya.
Betapa mereka sangat menurut, tunduk dan patuh pada aturan budaya yang melekat di antara keluarga bangsawan.
Perempuan-perempuan yang terhormat dari kalangan bangsawan hanya menghabiskan hidupnya memantaskan diri dan menunggu untuk diambil oleh pria dari kalangan bangsawan lain.
Sebaliknya, perempuan-perempuan dari kalangan rendahan yang berusaha mencari penghidupan, hanyalah sajian-sajian bagi para lelaki yang akan mengambilnya, entah sebagai baboe atau sebagai pelayannya belaka.
Meski demikian, kehidupan yang demikian menjadi kelindan yang tak terpisahkan dari hari-hari selanjutnya Alma Bimmermann di Hindia.
Perlahan, ia mulai menikmati kehidupan tropis yang hijau dengan aroma khas dan suara-suara menenangkan. Membalut semua kemuraman dari kehidupan para perempuan yang tertindas pada zamannya.
---
Artikel ini disadur dari tulisan Jutta Chorus kepada Historiek dalam artikel berjudul Alma Bimmermann, pionier in Nederlands-Indië, diterbitkan pada 27 November 2023.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Historiek |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR