Nationalgeographic.co.id—Tenyata tingkat radiasi alam di Mamuju, Sulawesi Barat, ditemukan 60 kali lebih tinggi dari rata-rata radiasi alam global. Hal itu diketahui saat Indonesia melaporkan temuan penting terkait daerah dengan tingkat radiasi latar tinggi (high background radiation area/HBRA) tersebut.
Temuan ini menjadi bagian dari kontribusi Indonesia dalam laporan Komite Saintifik PBB untuk Efek Radiasi Atomik (United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation/UNSCEAR). Laporan itu berjudul Evaluation of Public Exposure to Ionizing Radiation dan akan diterbitkan pada tahun 2025 ini.
National Representative Indonesia, Nur Rahmah Hidayati, dalam keterangan tertulis di sela-sela Sidang Tahunan ke-72 UNSCEAR, di Wina, Rabu (18/6/2025), menjelaskan bahwa sumber utama radiasi alam di Mamuju berasal dari tanah yang mengandung unsur uranium-238 dan thorium-232. Keduanya masing-masing memiliki kadar 23–30 kali dan 27–60 kali lebih tinggi dibanding rata-rata global, berdasarkan laporan UNSCEAR 2008.
Data ini menunjukkan bahwa paparan tahunan masyarakat di wilayah tersebut dapat mencapai hingga 115 mSv, menjadikan HBRA Mamuju sebagai salah satu lokasi penting dalam studi paparan radiasi alami di tingkat global terutama untuk studi epidemiologi yang disebabkan oleh radiasi paparan rendah.
“Kontribusi data ini memperkuat posisi Indonesia dalam mendukung pemahaman internasional mengenai variasi paparan radiasi terhadap publik di berbagai belahan dunia. Temuan ini berkontribusi bagi penyediaan referensi untuk kajian risiko radiasi dan penguatan standar proteksi radiasi,” jelas Nur Rahmah seperti dikutip dari laman BRIN.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Teknologi Keselamatan, Metrologi dan Mutu Nuklir (PRTKMMN) BRIN itu menguraikan bahwa penilaian dosis di wilayah Mamuju dilakukan oleh tim peneliti nasional melalui pengukuran di 208 rumah tinggal. Pengukura dilakukan dengan menggunakan detektor pasif produk peluruhan thoron (EEC220Rn) dan radon (222Rn) selama satu tahun, sejak November 2018 hingga Maret 2020.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata thoron dan radon secara berurutan sebesar 13,6 ± 5,6 Bq/m³ dan 298 Bq/m3, dengan nilai maksimum 39,8 Bq/m³ dan 1620 Bq/m3 tercatat di Desa Botteng Utara.
Sidang Tahunan ke-72 UNSCEAR yang berlangsung pada 16-20 Juni 2025 di Gedung PBB, Wina, Austria, ini membahas sejumlah dokumen teknis penting yang mencakup kajian epidemiologi mengenai hubungan antara paparan radiasi dan kanker, serta efek radiasi pengion terhadap sistem peredaran darah. Selain itu, sidang juga meninjau laporan kemajuan terkait dampak radiasi terhadap sistem saraf.
“Berbagai kajian ini merupakan bagian dari program kerja UNSCEAR yang akan dilaporkan pada Sidang Majelis Umum PBB serta menjadi referensi saintifik bagi negara-negara dan organisasi internasional dalam mengkaji risiko radiasi serta memperkuat standar proteksi radiasi,” tambah Nur Rahmah.
Komite tersebut juga membahas implementasi program kerja masa depan (2020–2024), strategi informasi publik dan diseminasi untuk periode 2025–2029, serta strategi peningkatan pengumpulan, analisis, dan penyebaran data paparan radiasi.
Pertemuan dipimpin oleh Sarah Batou (Belgia) sebagai Chair untuk Sidang UNSCEAR ke 71 dan ke 72 dan dihadiri oleh delegasi 30 negara anggota yang terdiri dari national representative dan perwakilan organisasi internasional seperti WHO, IAEA, ILO, FAO, UNEP, IARC, ICAO, IMO, EU, CTBTO, ICRP, dan ICRU. Nur Rahmah menghadiri sidang tahunan tersebut bersama Eka Djatnika Nugraha sebagai National Contact Person UNSCEAR Global Survey.
Baca Juga: Peneliti BRIN Ungkap Bahaya dan Manfaat Radiasi Matahari hingga Nuklir
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR