Nationalgeographic.grid.id—Kejadian nahas menimpa seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins (26), yang diduga tewas setelah terjatuh ke jurang sedalam sekitar 400 meter di dekat kawah Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat pada Sabtu (21/6/2025).
Insiden ini, yang terjadi saat Juliana mendaki bersama rombongan, menyoroti kembali risiko tak terduga yang mengintai para petualang di gunung.
Meskipun tim SAR gabungan telah menemukan posisi korban, evakuasi menghadapi tantangan berat akibat medan ekstrem dan cuaca buruk. Kementerian Pariwisata telah memerintahkan penguatan prosedur operasional standar dan pengawasan pemanduan di destinasi ekstrem demi keselamatan wisatawan.
Namun, di balik setiap insiden tragis, ada ilmu yang menjelaskan mengapa tubuh kita bisa kehilangan keseimbangan di tengah jalur gunung yang menantang. Apa saja faktor ilmiah yang berkontribusi pada peristiwa jatuh di pegunungan?
Menganalisis Bahaya Pendakian: Statistik di Balik Insiden Jatuh
Meskipun pendakian gunung menawarkan keindahan alam yang memukau, insiden jatuh merupakan risiko yang patut diwaspadai. Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam BMJ Open Sport and Exercise Medicine oleh peneliti di University of Innsbruck mengungkapkan data mengejutkan dari kepolisian Austria.
Antara tahun 2006 dan 2014, tercatat 5.368 panggilan terkait pendaki yang terjatuh, dengan 331 di antaranya berakibat fatal. Angka ini tidak mencakup kegiatan ekstrem seperti mountaineering, skiing, atau wingsuit flying, melainkan hanya insiden jatuh saat mendaki.
Bahaya pendakian seringkali berkaitan dengan skala partisipasi. Diperkirakan sekitar 40 juta orang setiap tahun mengunjungi Pegunungan Alpen pada ketinggian di atas 6.500 kaki. Mayoritas dari mereka adalah pendaki, sebagian besar dengan pengalaman minimal dan kondisi fisik yang kurang prima.
Tingginya jumlah partisipan ini berarti bahwa meskipun pendakian relatif aman, kemungkinan kecil kecelakaan tetap dapat menghasilkan angka yang signifikan. Sebagai contoh, sebuah studi di Prancis tahun lalu menemukan bahwa hanya 4 persen dari kecelakaan pendakian di jalur yang membutuhkan panggilan penyelamat gunung berakhir dengan kematian.
Angka ini, seperti dilansir laman outsideonline.com, jauh lebih rendah dibandingkan dengan whitewater yang mencapai 35 persen kematian, atau BASE-jumping dengan 47 persen kematian.
Namun, karena perbedaan tingkat partisipasi, pendakian justru menjadi penyebab utama kematian terkait olahraga di Swiss, menyumbang 25 persen dari total, jauh lebih tinggi dibandingkan mountaineering (17 persen) atau BASE jumping (1,8 persen).
Baca Juga: Mendaki Gunung Everest 'Puncak Tertinggi Dunia' Akan Semakin Sulit
KOMENTAR