Untuk mengisi celah informasi tersebut, para ilmuwan menyusun laporan tahunan dengan mengkaji sepuluh indikator perubahan iklim. Di antaranya adalah emisi bersih gas rumah kaca, ketidakseimbangan energi Bumi, perubahan suhu permukaan, kenaikan permukaan laut, suhu ekstrem global, dan sisa anggaran karbon.
Hasil analisis mereka sangat mengkhawatirkan. Pemanasan global saat ini berlangsung dengan laju sekitar 0,27°C per dekade, dan suhu rata-rata Bumi telah naik 1,24°C dibandingkan era praindustri.
Panas berlebih ini terakumulasi di atmosfer lebih dari dua kali lipat dibandingkan dekade 1970-an dan 1980-an. Bahkan, pada dekade ini, Bumi memerangkap panas 25% lebih cepat dibandingkan dekade sebelumnya. Sekitar 90% panas berlebih itu diserap oleh lautan, yang kemudian mengganggu ekosistem laut, mencairkan es, dan menyebabkan kenaikan permukaan laut dua kali lebih cepat dibandingkan era 1990-an.
“Sejak tahun 1900, permukaan laut rata-rata global telah naik sekitar 228 milimeter. Meski tampak kecil, angka ini berdampak besar bagi wilayah pesisir rendah—meningkatkan risiko badai, erosi pantai, dan mengancam manusia serta ekosistem pesisir,” jelas Aimée Slangen, klimatolog di NIOZ Royal Netherlands Institute for Sea Research.
“Yang mengkhawatirkan, kami tahu bahwa kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim terjadi secara perlahan. Itu artinya, kenaikan tambahan sudah tak terhindarkan dalam beberapa tahun dan dekade mendatang.”
Dampak pemanasan ini diprediksi akan sangat berat bagi umat manusia. Sebuah studi memperkirakan hasil panen tanaman pokok seperti jagung dan gandum di Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia bisa turun hingga 40% sebelum akhir abad ini. Studi lain bahkan menunjukkan peningkatan luar biasa dalam tingkat kekeringan global, dengan 30% wilayah daratan mengalami kekeringan sedang hingga ekstrem pada tahun 2022.
Meski situasinya genting, laporan ini tetap menyisakan harapan. Para peneliti memperkirakan bahwa emisi global kemungkinan akan mencapai puncaknya pada dekade ini sebelum menurun. Namun, hal itu hanya akan terjadi jika dunia segera mempercepat transisi ke energi bersih seperti angin dan surya, serta memangkas emisi karbon secara drastis.
“Emisi dalam sepuluh tahun ke depan akan menentukan seberapa cepat dan seberapa dekat kita mencapai ambang 1,5°C,” kata Rogelj. “Kita harus bertindak cepat jika ingin mencapai target iklim yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris.”
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Ade S |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR