Nationalgeographic.co.id—Selama satu dekade terakhir, kawasan Indonesia bagian tengah, seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku, mengalami pertumbuhan dan pembangunan pesat. Tentunya hal ini dapat mengancam kelestarian habitat satwa setempat.
Kawasan Indonesia tengah adalah zona biogeografis Wallacea yang diklasifikasikan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19. Klasifikasi itu menentukan bahwa kawasan Wallacea memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan endemisme yang tinggi.
Studi terbaru mengungkapkan, di tengah ancaman pertumbuhan dan pembangunan yang pesat, pulau-pulau kecil Wallacea dapat menjadi benteng pertahanan terakhir bagi satwa endemik yang terancam punah. Di tempat ini, habitat alami memiliki kualitas tinggi sehingga mendukung ketahanan populasi satwa.
"Analisis kami menunjukkan bahwa populasi anoa dan babirusa di pulau-pulau kecil tetap cukup stabil untuk membersihkan alel (bentuk varian dari suatu gen) yang merusak secara efisien," tulis para peneliti di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) yang terbit 24 Juni 2025.
Sabhrina Gita Aninta dari School of Biological and Behavioural Sciences, Queen Mary University of London menjadi penulis utama makalah tersebut. Bersama timnya, ia menjelaskan bahwa populasi di pulau-pulau terkecil ini umumnya berada di kawasan lindung. "Ekosistem pulau kecil dengan demikian dapat menawarkan solusi jangka panjang untuk melestarikan spesies ini," terang para peneliti.
Temuan ini berdasarkan analisis sampel data genomik dari 113 individu di beberapa pulau yang berada di wilayah Wallacea. Sampel yang mereka dapati berfokus pada anoa (Bubalus spp.) and babirusa (Babyrousa spp.), dua satwa endemik Wallacea di Sulawesi.
Para peneliti mendapati bahwa hewan di pulau-pulau yang lebih kecil dan kurang terganggu akibat aktivitas manusia memiliki keragaman genetik yang lebih rendah, dan membawa mutasi berbahaya yang jauh lebih sedikit.
Sebaliknya, para peneliti melaporkan bahwa populasi satwa di pulau besar, seperti daratan utama Sulawesi, variasi genetiknya lebih rusak. Temuan ini menekankan pentingnya perlindungan pulau-pulau kecil untuk tetap asri tanpa perusakan ekstraktif.
Meski secara geografis pulau besar memungkinkan gerak jelajah yang lebih tinggi, nyatanya habitat satwa dapat hilang akibat aktivitas manusia yang lebih intens. Dengan demikian pula, dalam pengamatan genetika, tingkat perkawinan sedarah satwa liar jadi lebih tinggi daripada yang ada di pulau-pulau kecil.
"Kualitas habitat di pulau-pulau kecil lebih tinggi daripada di pulau besar Sulawesi, dan wilayah ini pada umumnya terlindungi dengan baik. Di Kepulauan Togean, misalnya, sebagian besar lahannya berada dalam taman nasional yang besar," terang Rosie Drinkwater, penulis kedua makalah, dikutip dari Eurekalert.
Perlindungan Habitat Pulau-Pulau Kecil
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR