Nationalgeographic.co.id—Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa transformasi berkelanjutan di masa depan didasari oleh sinergi antara Artificial Intelligence/AI (Kecerdasan Buatan) dan Blue Carbon/BC (Karbon Biru).
Karbon Biru sendiri, yang mengacu pada karbon yang tersimpan dalam ekosistem laut dan pesisir, memegang peranan vital dalam mitigasi perubahan iklim.
Ekosistem seperti hutan bakau, padang lamun, dan rawa pasang surut, meskipun hanya menempati sekitar 0,5% dari dasar laut, bertanggung jawab atas 50% penguburan karbon global di sedimen laut. Oleh karena itu, melindungi dan memulihkan ekosistem karbon biru menjadi solusi berbasis alam yang hemat biaya untuk mengatasi krisis iklim.
Namun, pengembangan ilmu pengetahuan dan proyek karbon biru yang berkelanjutan masih menghadapi berbagai tantangan. Untungnya, pesatnya kemajuan teknologi AI diyakini dapat menjadi kunci untuk mengatasi hambatan ini.
Menariknya, dalam penelitian yang bertajuk "Blue Carbon and Artificial Intelligence: Sustainable Complementarity" tersebut, ekosistem karbon biru juga menawarkan solusi alami yang signifikan untuk mengimbangi emisi karbon yang dihasilkan oleh industri AI.
Shilong Li, Liang Duan, dan Carlos M. Duarte, para penulis penelitian tersebut, menilai hal tersebut menunjukkan potensi hubungan simbiotik antara keduanya.
AI Meningkatkan Pemrosesan, Analisis, dan Berbagi Data Karbon Biru
Pertumbuhan data karbon biru multisumber yang eksponensial telah menyebabkan proses penyaringan dan pra-pemrosesan yang memakan waktu dan seringkali tidak konsisten. Di sinilah otomatisasi dan standardisasi yang ditawarkan AI menjadi sangat berharga.
Model AI yang terlatih dapat dengan cepat menyaring dan mengklasifikasikan data. Dengan mengintegrasikan data penginderaan jauh dan sensor, AI mampu secara otomatis mengidentifikasi dan menghilangkan data dengan tingkat kepercayaan rendah.
Selain itu, AI juga dapat menyatukan dimensi data multisumber melalui standardisasi atau transformasi logaritmik, memastikan konsistensi dan kualitas data yang lebih tinggi.
Berbagai sumber data dan beragamnya Ekosistem Karbon Biru (BCE) dapat menyebabkan rasio data sampel terhadap kuantitas fitur menjadi berkurang, yang berpotensi menyebabkan overfitting pada model.
Baca Juga: Peran Vital Karbon Biru: Jadi Senjata Rahasia Melawan Krisis Iklim dan Mendorong Ekonomi
Untuk mengatasi ini, metode seperti regresi Lasso, random forest, LightGBm, atau metode pemilihan fitur multimodel dapat diterapkan secara efektif untuk memilih fitur-fitur yang paling relevan.
Ketiadaan data historis dan rendahnya kepercayaan dalam mengekstrapolasi data yang ada ke lokasi proyek potensial menjadi hambatan signifikan dalam memprediksi karbon biru pada skala spasial dan waktu.
Teknologi asimilasi data yang didukung AI dapat menggabungkan data multisumber dengan model yang ada, memungkinkan rekonstruksi dan analisis ulang data yang hilang, sehingga menghasilkan kumpulan data berkualitas tinggi yang esensial untuk prediksi yang akurat.
Basis data yang ketinggalan zaman dan kurangnya transparansi data tingkat negara menghambat penerapan AI dalam akuntansi karbon biru. Namun, AI dapat memfasilitasi pembangunan platform big data karbon biru, dan yang lebih menarik, blockchain dapat memastikan data karbon biru tidak dapat diubah, dapat diakses, dan lebih aman.
Kombinasi AI dan blockchain ini berpotensi membuka pintu bagi pemanfaatan penuh data karbon biru dan meningkatkan antusiasme dalam mengembangkan ekonomi karbon biru.
Akuntansi karbon biru juga menghadapi masalah batasan akuntansi yang tidak jelas dan metode yang tidak konsisten. Misalnya, ekosistem karbon biru non-klasik seringkali tidak dipertimbangkan dalam inventaris karbon biru. Kompleksitas faktor pendorong juga mempersulit penghitungan karbon biru secara akurat pada skala waktu tertentu.
Teknologi AI, dengan kemampuannya mengintegrasikan data multisumber, dan pembelajaran mesin yang mampu menangani tugas klasifikasi dan regresi secara efisien, menyediakan alat yang ampuh untuk akuntansi karbon biru dan pemantauan real-time.
Analisis mendalam dan visualisasi data yang terpercaya memungkinkan pemantauan penyimpanan karbon secara real-time di ekosistem karbon biru. Metode regresi multivariat linier yang sebagian besar digunakan dalam akuntansi karbon biru tradisional seringkali menunjukkan akurasi rendah.
Namun, pembelajaran mesin, sebagai metode pemrosesan data nonlinier, dapat secara efektif menangani tugas klasifikasi dan regresi, secara signifikan meningkatkan kepercayaan akuntansi.
Batasan dan metode untuk akuntansi nilai ekologis proyek karbon biru perlu distandardisasi. Manfaat tidak langsung seperti perlindungan garis pantai, stok ikan, dan keanekaragaman hayati, seringkali tidak termasuk dalam akuntansi. Selain itu, emisi tidak langsung selama pelaksanaan proyek karbon biru sering diabaikan.
Baca Juga: Bagaimana Teluk Lampung Mengajarkan Ilmuwan Dunia tentang Karbon Biru?
Metode pasar perdagangan karbon yang digunakan saat ini, yang diadaptasi dari kehutanan, kurang cocok untuk akuntansi karbon biru. Lebih lanjut, nilai layanan ekologis ekosistem karbon biru yang serupa juga bervariasi. Metode pasar spesifik untuk perdagangan karbon biru sangat dibutuhkan. Melalui analisis big data, AI dapat mengevaluasi proyek karbon biru dan mengembangkan model serta metode evaluasi eksklusif yang lebih sesuai.
Pembangunan model yang berlaku secara regional sangat disarankan. Meskipun "satu negara/wilayah-satu model" membutuhkan investasi lebih, model besar dapat dimanfaatkan untuk membangun jaringan saraf yang luas, menggabungkan faktor-faktor yang berbeda secara regional ke dalam model untuk meningkatkan kemampuan generalisasinya.
AI yang telah diterapkan dalam prediksi perubahan iklim juga dapat diperluas untuk memprediksi perubahan karbon biru dalam konteks perubahan iklim, dan pada akhirnya, membimbing proyek karbon biru untuk beradaptasi dengan perubahan iklim.
AI Membantu Survei, Pemantauan, dan Prediksi Ekosistem Karbon Biru
Estimasi akurat distribusi ekosistem karbon biru saat ini, masa lalu, dan masa depan merupakan prasyarat mutlak untuk menilai potensi kontribusi ekosistem BC terhadap mitigasi perubahan iklim.
Namun, distribusi, degradasi, dan hilangnya ekosistem karbon biru yang kompleks sulit dipantau secara real-time. Dengan pemrosesan algoritma dan analisis gambar, AI dapat secara otomatis mendeteksi, mengidentifikasi, dan mengklasifikasikan ekosistem karbon biru.
Menerapkan algoritma AI untuk memproses gambar yang diamati dari berbagai sumber, untuk denoising, deteksi tepi, dan koreksi geometris, secara signifikan meningkatkan efisiensi dan akurasi ekstraksi fitur dan klasifikasi selanjutnya. Algoritma deteksi tepi dapat mengekstrak fitur tepi yang signifikan dan meningkatkan informasi kontur ekosistem karbon biru.
Transformasi geometris (rotasi, penskalaan, dan pembalikan) dapat memperluas keragaman sampel pelatihan dan meningkatkan kemampuan generalisasi model. Lebih jauh lagi, kombinasi AI dan teknologi kembaran digital (digital twin) memungkinkan pemantauan real-time ekosistem karbon biru, memberikan gambaran yang komprehensif dan dinamis.
AI yang didorong oleh data membuka peluang baru untuk prediksi perubahan iklim dan ekosistem karbon biru. Algoritma pembelajaran mesin, seperti pohon keputusan, dapat digunakan untuk membangun model dan memprediksi tren perubahan elemen iklim dan ekosistem karbon biru dengan menganalisis data historis.
Model pembelajaran mendalam seperti jaringan saraf konvolusional (convolutional neural networks) berkinerja sangat baik dalam memproses gambar dan data deret waktu, dan model ini dapat diperbarui secara dinamis. Model besar dapat melakukan prediksi yang tepat bahkan di bawah pengaruh faktor pendorong yang kompleks dan perbedaan regional yang signifikan.
Sekuestrasi Karbon Biru Membantu AI Mencapai Emisi Nol Bersih
Meskipun munculnya sistem AI yang lebih canggih dengan persyaratan komputasi yang lebih rendah—seperti contohnya ChatGPT dan DeepSeek—konsumsi energi yang tinggi tetap menjadikan AI sebagai sumber emisi karbon yang signifikan yang tidak dapat diabaikan.
Perusahaan teknologi berupaya keras mendorong industri AI untuk mencapai emisi nol bersih dengan meningkatkan efisiensi energi dan mengadopsi energi bersih. Namun, pesatnya perkembangan AI terkadang membuat langkah-langkah ini kurang efektif.
Sebagai alternatif, perusahaan teknologi dapat mengimbangi emisi karbon mereka berdasarkan manfaat lingkungan yang dibawa oleh AI itu sendiri, atau menggunakan pendapatan dari penyediaan layanan untuk membeli hak emisi karbon, mendukung proyek-proyek lingkungan yang mengurangi jejak karbon.
Sebagai kesimpulan, integrasi AI dan Karbon Biru menciptakan situasi yang saling menguntungkan. Proyek Karbon Biru dapat berkembang pesat, sementara industri AI selangkah lebih dekat untuk mencapai emisi nol bersih. Oleh karena itu, percepatan integrasi interdisipliner antara ilmu AI dan karbon biru menjadi krusial untuk masa depan yang berkelanjutan.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
KOMENTAR