Nationalgeographic.co.id - Jika disamakan dengan bumi, Coral Triangle dapat diibaratkan seperti salah satu benua besar karena di dalamnya mencakup berbagai macam jenis makhluk laut.
Coral Triangle adalah sebuah jaringan luas dari terumbu karang yang menyambungkan perairan di sekeliling Filipina, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Pulau Solomon dan Timor Leste.
Baca Juga : Lebih dari 100 Paus Masih Terjebak di ‘Penjara’ Sejak November Lalu
Sebanyak 605 dari 798 jenis terumbu karang dari seluruh dunia, ditemukan pada Coral Triangle. Dan 15 jenis terumbu karang di antaranya, khusus hanya ada di wilayah segitiga tersebut.
Selain terumbu karang, Coral Triangle juga merupakan surga bagi fauna seperti paus, dugong, lumba-lumba, dan penyu. Enam dari 7 jenis penyu di dunia, dapat ditemukan di sana. Mulai dari penyu Belimbing (Leatherback Turtle), penyu Lekang (Olive Ridley Turtle), sampai penyu Tempayan (Loggerhead Turtle).
Terdapat beberapa teori yang muncul terkait keanekaragaman hayati di area Coral Triangle. Pertama, teori yang berhubungan dengan tempat asal: keberagaman bentang daratan yang berbeda, menciptakan keberagaman spesies di berbagai wilayah–membuat ilmuwan percaya bahwa spesies yang ada, mau tidak mau harus beradaptasi dengan letak geografi terumbu karang.
Paul Barber, ilmuwan kelautan dari University of California, menjelaskan teori lainnya. Ia mengatakan, keanekaragaman yang ada di Coral Triangle merupakan percampuran antara fauna dari samudra Hindia dan Pasifik di Indonesia. Diketahui bahwa beberapa daerah di Indonesia memiliki fauna khas samudra Hindia, juga ada daerah yang hanya memiliki fauna dari samudra Pasifik saja. Melihat hal tersebut, sangat mungkin terciptanya spesies baru di sana.
Baca Juga : Rahasia Hibernasi Kura-kura di Bawah Es: Bernafas Melalui Pantat
Tidak hanya bagi makhluk laut, Coral Triangle juga memberi dampak positif bagi penduduk yang tinggal di sekitarnya. Terumbu karang yang sehat dapat berfungsi sebagai pembatas alami: menghalau serangan angin topan, gelombang akibat badai, bahkan tsunami.
Namun, karena terumbu karang termasuk ekosistem yang rapuh, maka ia sangat mudah rusak jika tidak dijaga dengan baik.
Selain karena perubahan iklim yang dapat menyebabkan coral bleaching, kerusakan juga terjadi akibat ulah manusia melalui praktek penangkapan ikan dengan menggunakan jaring sehingga dapat menyeret terumbu karang yang rapuh.
Source | : | Live Science,WWF |
Penulis | : | Nathania Kinanti |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR