Selama ini, Ci Liwung tidak dikelola layaknya sebuah sungai. Hal ini dapat dilihat secara nyata dari kondisi Ci Liwung yang semakin buruk. Sampah, limbah cair, dan bahan pencemar lainnya mengalir bebas dari hulu sampai hilir.
Ekosistem riparian sebagai pagar terakhir yang menjaga sungai dihancurkan untuk pembangunan permukiman dan pusat bisnis. Akibatnya sedimentasi dari daratan masuk ke dalam badan sungai.
Kondisi ini makin diperburuk berkurangnya daerah tangkapan air di bagian hulu. Maka tidak mengherankan jika persoalan banjir terus mendera Jakarta.
Kondisi Ci Liwung yang makin memburuk menjadi perhatian Komunitas Ciliwung. Abdul Kodir, pegiat Komunitas Ciliwung Condet mengaku prihatin terhadap situasi yang terjadi. “Sungai-sungai di Jakarta saat ini semakin sempit dan sebagian besar tidak memiliki sempadan,” katanya.
Situasi ini, lanjut Kodir, menyebabkan sungai tidak dapat menampung volume air sehingga selalu terjadi banjir. Respon pemerintah terhadap persoalan banjir Jakarta cenderung bersifat teknis seperti pengerukan sedimen dan membangun turap sepanjang puluhan kilometer.
Penambahan pintu air juga dilakukan untuk mempercepat aliran sungai ke laut. Pendekatan tersebut tidak akan efektif selama sumber permasalahan sedimentasi tidak diatasi secara menyeluruh.
“Selama daerah hulu dialihfungsikan dan ekosistem riparian dihancurkan sedimentasi akan terus terjadi. Turap dan beton akan sia-sia dibangun,” ujar Sudirman Asun dari Ciliwung Institute, lembaga yang concern di bidang konservasi DAS Ciliwung. Lanjut Asun, daerah puncak sebagai menara air harus dipulihkan luas tutupan hutan yang ideal untuk membantu menyimpan air.
Di Hari Ciliwung, diperingati pada 11 November, Komunitas Ciliwung menyerukan kepada pemerintah untuk menyelamatkan ekosistem riparian yang masih tersisa dan memulihkan sempadan yang rusak.
Menurut Muhamad Muslich, Koordinar Riset Komunitas Peduli Ciliwung Bogor, hasil riset Komunitas Ciliwung tahun 2011-2013 menyatakan, di sepanjang Bojong Gede-Bogor sampai dengan Condet-Jakarta, masih ada titik-titik ekosistem riparian yang luas, perlu diselamatkan. Selain menahan erosi, ekosistem riparian juga menjadi habitat keanekaragaman hayati Ci Liwung.
Perayaan Hari Ciliwung merupakan wujud apresiasi terhadap jasa ekosistem Ci Liwung. Hari Ciliwung pertama kali diperingati para pegiat Ciliwung tahun 2012. Penetapan Hari Ciliwung tersebut didasarkan pada penemuan fauna bulus raksasa atau senggawangan, yang terancam punah (critically endangered). Satwa dengan nama Latin Chitra chitra javanensis berbobot 140 kg itu ditemukan di sungai wilayah Tanjung Barat, Jakarta Selatan.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR