Gajah dengan belalainya yang panjang ternyata memiliki gen penciuman dalam jumlah besar. Jumlahnya lima kali gen penciuman manusia, dua kali gen penciuman anjing.
Dalam studi 13 mamalia, gajah afrika dikenal sebagai pengendus superior. Bahkan, jumlah gen penciuman pada gajah melebihi jumlah gen yang dimiliki tikus. "Tikus memegang rekor gen terbanyak. Tetapi gajah memiliki lebih dari itu. Sungguh mengejutkan," kata pemimpin riset, Yoshiihito Niimura, peneliti evolusi molekul di University of Tokyo, Jepang.
Penemuan ini mendukung penelitian penciuman binatang berkulit tebal lainnya. Gajah afrika bisa mengendus dua suku berbeda yang tinggal di Kenya: Suku Maasai, yang cara menunjukkan kejantanan kaum prianya dengan cara menyerang gajah dengan tombak. Serta Suku Kamba, kaum petani yang biasanya membiarkan para gajah.
Indera penciuman yang tajam ini juga digunakan untuk mencari makanan dan mengenali anggota keluarganya. Gajah afrika betina hanya dapat mereproduksi selama beberapa hari setelah tiga tahun, penelitian menunjukkan bahwa para jantan dapat mengendus saat betinanya reseptif terhadap reproduksi, kata Bruce Schulte, kepala departemen biologi di Western Kentucky University, Bowling Green. (Ia tak terlibat dalam studi tersebut.)
Schulte menambahkan, "Bahkan ketika ia ditangkap, belalainya terus bergerak. Ia sedang mengenali lingkungan tersebut."
Dalam studi ini, para peneliti melihat gen reseptor bulbus dalam setiap mamalia. Gen-gen ini mengkode protein yang berada dalam rongga hidung dan mengikat molekul bau. Sel-sel saraf kemudian menyampaikan informasi ke otak, yang mengklasifikasikan bau.
Analisis menunjukkan bahwa nenek moyang dari semua mamalia memiliki 13.781 gen tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah gen reseptor penciuman telah meningkat dari waktu ke waktu untuk gajah dan hewan pengerat, sementara untuk primata mengalami penurunan—termasuk manusia. (Baca: Manusia Bisa Bedakan Sepuluh Aroma Dasar)
Gen meningkat dengan cara duplikasi, ketika satu gen menjadi dua, kedua gen tersebut memperoleh mutasi berbeda, dan keduanya menjadi berbeda. Individu juga bisa kehilangan gen jika mutasi membuat mereka tidak berguna.
Studi atas primata menunjukkan bahwa mereka telah kehilangan setengah gen reseptor mereka. Orangutan kehilangan sekitar 70% dari yang dimiliki nenek moyang mereka 100 juta tahun lalu.
"Penelitian ini merupakan langkah besar menuju identifikasi gen yang berhubungan dengan penciuman yang berasal dari meningkatnya jumlah genom mamalia," kata Sergios-Orestis Kolokotronis, asisten profesor biologi di Fordham University di New York, yang tidak terlibat dalam studi tersebut.
Para peneliti tidak memeriksa fungsi masing-masing gen, tetapi jumlah gen reseptor yang meluas pada gajah ini menunjukkan bahwa belalainya memiliki kemampuan mendalam dalam hal bau.
"Belalainya sangat sensitif. Gajah-gajah ini benar-benar mengikuti belalai mereka," kata Schulte.
Baca juga: Untuk Cari Makan, Gajah Manfaatkan Indra Penciuman
Mengintip Inisiatif 'Blue Carbon' Terbesar di Dunia dari Negara Termiskin di Asia
Penulis | : | |
Editor | : | Dini |
KOMENTAR