Seorang dokter bedah menggagalkan penaklukan Napoleon atas Rusia pada 1812. Jika saja operasi otak yang dilakukannya terhadap seorang Jenderal Rusia, Mikail Kutuzov, gagal, para ilmuwan menyimpulkan bahwa Rusia akan jatuh ke tangan Napoleon. Dokter bedah itu bernama Jean Massot, yang ternyata seorang warga negara Prancis.
Para peneliti dari Barrow Neurogical Institute telah menghabiskan waktu bertahun-tahun memata-matai peristiwa medis itu; melintasi tiga benua untuk mengungkap operasi otak yang mengubah sejarah itu. Setelah lebih dari dua tahun penyelidikan internasional, para ilmuwan menyimpulkan bahwa Napoleon kemungkinan akan menaklukkan Rusia pada 1812, jika operasi otak tidak menyelamatkan jiwa Kutuzov.
"Ini adalah tentang bagaimana obat mengubah diskursus peradaban," ujar Mark C. Preul, MD, PhD, direktur penelitian bedah saraf di Barrow, yang merupakan bagian dari Dignity Health St. Joseph\'s Hospital and Medical Center.
Dr Preul memimpin tim peneliti bekerja sama dengan sesama peneliti dari Barrow Neurogical Institute, Dr. Sergiy V. Kushchayev, Dr. Evgenii Belykh, dan lima peneliti lainnya dengan judul penelitian "Two bullets to the head and an early winter: fate permits Kutuzov to defeat Napoleon at Moscow," dan dipublikasikan di jurnal Journal of Neurosurgery.
Selama lebih dari dua abad, sejarah telah difokuskan pada cerita yang luar biasa tentang Kutuzov. Dia selamat ditembak di kepalanya pada 1774 dan 1788 dan kemudian menjadi salah satu pahlawan legendaris Rusia karena keberhasilannya mengalahkan Napoleon.
Kisahnya telah disebut sebagai keajaiban. Tapi dengan menyisir sumber-sumber primer yang ada di Rusia dan Perancis, tim Barrow menemukan bahwa Massot memainkan peran penting dalam drama itu; teknik bedah saraf modern yang dimilikinya telah membantu Kutuzov bertahan hidup, sesuatu yang sepertinya mustahil dia lakukan.
"Kami sejatinya ingin mengetahui apa yang terjadi dan pada dasarnya ingin mengidentifikasi dokter bedah yang menyelamatkan Kutuzov," kata Dr. Preul. "Fakta tentang Massot ini telah dikubur. Dia adalah garda depan teknik bedah. Dia menggunakan teknik yang sangat modern yang kita pakai hingga sekarang."
Para peneliti itu menemukan bukti bahwa luka peluru pertama, ketika pertempuran melawan Turki di Krimea 1774, telah menghancurkan lobus frontal Kutuzov. Itu menjadikan perilaku tak menentu Kutuzov setelah cedera—tetapi juga memberikan petunjuk strategi brilian untuk mengalahkan Napoleon.
Cedera Kutuzov mengganggunya untuk membuat keputusan. Para saksi mata menyebut kepribadiannya berubah setelah terkena tembakan. Jadi, bukannya menantang pasukan Napoleon pada musim gugur 1812 itu, Kutuzov justru menunda konfrontasi. Dia memerintahkan untuk membakar Moskow, dan melarikan diri bersama pasukannya menuju ke timur.
Sementata itu, pasukan Napoleon menyerang Moskow, di sana mereka kekurangan makanan dan kehabisan persediaan logistik lainnya. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan pasukan Kutuzov untuk menyerang balik pasukan Napoleon secara brutal. Napoleon ditinggalkan pasukannya pada Desember dan kembali ke Paris dengan kondisi kalah.
"Para jenderal lain menyebut Kutuzov gila, dan mungkin benar. Tapi operasi otak telah menyelamatkan hidup Kutuzov, meski otak dan matanya terluka parah. Ironisnya, resolusi penyembuhan situasi ini memungkinkan dia untuk membuat keputusan terbaik. Jika dia tidak terluka, mungkina dia akan menantang Napoleon—dan akhirnya kalah," jelas Dr. Kreul.
Dr. Kreul sendiri belum berani memastikan kondisi tubuh Kutuzov—terlebih tubuhnya belum diteliti sejak otopsi tak lama setelah kematiannya pada 1813. Tapi yang jelas adalah Kutuzov tak mungkin berjaya tanpa upaya si dokter bedah Jean Massot.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Penulis | : | |
Editor | : | Kontributor Singapura, Ericssen |
KOMENTAR