Masyarakat sekitar Sungai Cibojong, Desa Jayabakti, Kecamatan Cidahu, Sukabumi sejak Kamis (1/2/2018) dikejutkan dengan penemuan 90 titik batu bertumpuk di aliran Sungai Cibojong.
Lutfi Yondri, peneliti utama di Balai Arkeologi Jawa Barat, memastikan bahwa batu bertumpuk tersebut bukan hasil peninggalan masa lampau.
“Saya pastikan, itu (batu bersusun Cidahu) bukan peninggalan budaya lama. Peninggalan budaya lama tidak akan bertahan hingga sekarang apabila ditumpuk tanpa ikatan,” ujar Lutfi lewat pesan singkat kepada Kompas.com.
(Baca juga: Karya Seni Berusia Ribuan Tahun Ditemukan Pada Batu Permata Seukuran Ibu Jari)
Lutfy menjelaskan bahwa batu bersusun di Cidahu hanya mengandalkan keseimbangan saat menumpuknya. Di beberapa negara, batu bersusun ini termasuk karya seni dan disebut stone balancing.
Dengan demikian, tumpukan batu akan mudah roboh tatkala terkena guncangan. Apalagi, kawasan selatan Jawa Barat akhir-akhir ini kerap dilanda gempa.
Sementara itu, Lutfi juga menerangkan, batu bersusun yang dikategorikan peninggalan budaya masa lalu berupa dolmen, pelinggih, tahta batu, batur punden, dan punden berundak.
Dolmen merupakan batu datar yang ditopang oleh batu lain yang berfungsi sebagai kaki. Pada zaman dahuulu, batu disusun secara berundak dengan tujuan tertentu seperti dolmen yang dipakai sebagai meja persembahan ke nenek moyang.
Di Jawa Barat sendiri, batu bersusun peninggalan budaya lama bisa ditemukan di Pagguyangan, Sukabumi. Tersebar pula di Tugu Gede, Salak Datar, Gunung Padang, dan Cianjur.
Lutfi pun menyayangkan sikap pihak yang menyusun batu tersebut tanpa berkomunikasi dengan warga ataupun aparat setempat. Jika komunikasi dilakukan, terbuka peluang untuk menjadikannya obyek wisata.
“Itu sesuatu yang sangat menarik untuk menambah daya tarik pariwisata di daerah Sukabumi. Sukabumi mulai tersohor dengan Geopark Ciletuhnya,” ujar Lutfi.
(Baca juga: Monumen Batu yang Lebih Megah dari Stonehenge Ditemukan di Kazakhstan)
Sekretaris Desa Jayabakti sudah memperkirakan susunan batu tersebut dibuat oleh oknum manusia. Dugaan ini menepis persepsi warga yang menghubungkan batu bersusun dengan mistis dan gerhana bulan.
"Saya sudah meyakini batu-batu bertumpuk ini dibuat manusia. Saya juga sempat mencobanya di rumah, dan bisa menumpukkan batu hingga 5 sampai 6 batu ke atas," tuturnya.
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com Baca artikel sumber.
Penulis | : | |
Editor | : | hera sasmita |
KOMENTAR