Nationalgeographic.co.id - Jika biasanya para paleontolog menemukan fosil berupa kerangka, baru-baru ini mereka mengungkap fosil paru-paru dari burung purba yang hidup pada awal periode Cretaceous sekitar 120 juta tahun lalu.
Penemuan tersebut menjadi berharga karena dapat membantu manusia untuk memahami bagaimana burung-burung tersebut berevolusi dari waktu ke waktu hingga menjadi hewan yang dikenal pada saat ini.
Baca Juga : Keajaiban Alam, Sinkhole di Tiongkok Menyimpan Gua Bawah Tanah Raksasa
Burung tersebut adalah Archaeorhynchus spathula. Ia merupakan anggota purba dari garis keturunan Ornithuromorpha yang memiliki hubungan ras dengan burung modern.
Pada saat ditemukan di Jiufotang, Tiongkok, fosil itu sudah menarik perhatian karena bulunya yang terawetkan. Ketika mengeksplorasi lebih dekat, diketahui bahwa ada struktur dada burung dengan dua bagian yang bewarna putih yang tidak biasa.
Peneliti menilai, bagian tersebut tidak mungkin isi dari perut burung, karena biasanya itu terlihat lebih hitam dan berkarbon. Bagian misterius ini juga bukan hati. Sebab pada hati, seharusnya muncul warna kemerahan karena kandungan zat besi yang cukup tinggi. Jadi, paru-paru adalah organ yang paling memungkinkan dari penemuan itu.
Menurut peneliti, fosil paru-paru ini mirip dengan burung yang masih hidup sekarang. Artinya, organ paru yang memungkinkan burung untuk mencapai kapasitas perolehan oksigen untuk terbang sudah ada sejak 120 juta tahun yang lalu.
Jika mamalia melakukan respirasi secara dua arah dengan menghirup udara yang masuk lalu mengeluarkannya, pada pernapasan burung, paru-paru tidak mengembang dan berkontraksi seperti yang manusia lakukan. Sebaliknya, mereka menggunakan kantung udara untuk mendorong udara segar melalui paru-paru.
Dalam artian, udara yang bergerak melalui paru-paru burung memberikan kandungan oksigen yang lebih tinggi terkait kemampuan mereka untuk terbang.
Baca Juga : Hati-hati, Terlalu Stres Dapat Membuat Volume Otak Anda Menyusut
Fosil paru-paru yang baru ditemukan ini, mampu mengungkap beberapa potongan teka-teki sejarah burung. Salah satunya mengenai bagaimana garis burung Ornithuromorpha bisa bertahan hidup selama peristiwa kepunahan Cretaceous. Padahal, banyak burung lain yang tidak bisa selamat. Meski begitu, perlu analisis lanjutan untuk memastikan temuan tersebut.
Tim peneliti mempresentasikan studi mereka ini pada pertemuan tahunan Society of Vertebrate Palaeontology di Albuquerque dan mempublikasikannya dalam jurnal PNAS pada Senin (22/10/2018).
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | Kompas.com,Science Alert |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR