Apakah Bioplastik Dapat Menjadi Solusi Atas Permasalahan Plastik?

By Loretta Novelia Putri, Selasa, 4 Desember 2018 | 15:10 WIB
plastik sudah mencemari lautan (Sarenac/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Pencemaran plastik yang mulai menguasai lautan dan menyebabkan ratusan spesies laut mengonsumsinya adalah masalah yang terjadi saat ini dan dihadapi oleh seluruh makhluk hidup di dunia. Berbagai alternatif pun ditawarkan, salah satunya adalah bioplastik.

Sampai saat ini, sudah lebih dari 8 triliun kilogram plastik yang diproduksi, dan sekitar 8 miliar kilogram di antaranya berada di lautan luas. Yang pasti plastik-plastik tersebut akan merusak lingkungan. Sekitar 180 spesies hewan laut pun terbukti mengonsumsi plastik.

Beberapa waktu lalu dunia dihebohkan dengan temuan paus sperma yang mati di Wakatobi. Bukan lokasi temuan yang membuat hal ini menjadi sorotan, melainkan isi dari perut paus nahas tersebut. Berbagai sampah plastik ditemukan, dari tutup galon air hingga terpal berukuran besar.

Namun faktanya, paus ini hanyalah satu dari sekian banyak kejadian yang menimpa hewan laut.

Baca Juga : Berkebalikan dengan Klaim Donald Trump, Pangkalan Rudal Korea Utara Ternyata Masih Aktif

Hal tersebut merupakan masalah global yang dihadapi oleh jutaan makhluk hidup. Semakin banyak ilmuwan yang ingin meneliti dampak dari penggunaan plastik. Beruntungnya, beberapa masyarakat seperi konsumen dan produsen mulai menyadari permasalahan ini. Mereka turut memberikan berbagai alternatif, salah satunya adalah bioplastik.

Plastik sendiri pada umumnya terbuat dari bahan sintetis dan diolah melalui proses polimerasi atau penyusunan rantai senyawa yang menggunakan bahan-bahan seperti minyak bumi.

Sementara itu, bioplastik mengacu pada plastik yang terbuat dari tumbuhan atau bahan biologis lainnya—bukan berasal dari minyak bumi. Bioplastik juga sering disebut sebagai plastik berbasis bio.

Bahan untuk membuat bioplastik salah satunya adalah Poli asam laktat (polylactic acid atau PLA) yang terdapat pada tanaman jagung dan tebu, atau polihidroksialkanoat (PHA) yang direkayasa dari mikroorganisme.

Plastik PLA yang mengandung glukosa biasanya digunakan untuk pembungkus makanan, botol plastik, sampai tekstil. PLA sendiri merupakan sumber bioplastik termurah dan yang paling sering ditemukan di pasaran.

Sedangkan PHA memiliki ciri yang lebih ulet, kurang elastis, dan bisa terurai. Bioplastik jenis itu banyak digunakan dalam industri dunia medis.

"Argumennya, bioplastik merupakan suatu alternatif untuk mengurangi jejak karbon," ucap Ramani Narayan, ahli kimia dari Michigan State University.