Kisah Pekerja Perempuan Menyusui dan Kebutuhan Laktasi Sebagai Hak

By National Geographic Indonesia, Minggu, 25 November 2018 | 08:57 WIB
Ririh Setyaningsih (Feri Latief)

Ririh dan ribuan pekerja perempuan menyusui lainnya ini membuat organisasi buruh dunia, ILO (International Labour Organization) menaruh perhatian khusus.

"Lebih dari 80% pekerja di sektor garmen adalah perempuan di usia produktif. Karena itu, pemenuhan hak-hak pekerja berkaitan dgn kehamilan dan waktu menyusui menjadi sangat penting," ucap Olivia Krishanty, Manajer Operasional Better Work Indonesia, salah satu Program ILO yang mengurusi soal pekerja perempuan di industry garmen.

Pulang membawa asi bagi sang buah hati. (Feri Latief)

Sebenarnya, pemerintah Republik Indonesia melalui UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003, pasal. 83 sudah mengatur soal pekerja perempuan menyusui ini. Namun belum semua perusahaan ataupun pabrik mengikutinya.

Baca Juga : Sering Menahan Kencing? Ini yang Akan Terjadi Pada Tubuh Anda

“Dari 173 penilaian pabrik anggota Better Work Indonesia yg dilakukan tahun 2017, terdapat 80% pabrik yg memenuhi kriteria perundangan. Di angka 80% masih banyak tersandung di masalah awareness, kesadaran kenapa laktasi itu penting. Banyak juga yang fasilitasnya ada dan bagus tapi sepi peminat," ungkap Pipit Savitri, staf Communication and Partnerships Officer Better Work Indonesia - ILO Programme.

Sang anak tumbuh dengan baik karena kebutuhan asi tercukupi. (Feri Latief)

Meski begitu, Ririh dan Pipit berharap agar seluruh perusahaan dapat memberikan ruang laktasi bagi para pekerja perempuan yang tengah menyusui. "Secara ekonomis sangat menguntungkan, karena menghemat untuk membeli susu formula,” ucap Ririh.

Selain itu, dengan adanya ruang laktasi, kehidupan harian para pekerja perempuan menyusui pun dapat terbantu. Ketika hal ini terjadi, kinerja mereka pun tidak akan terganggu dengan berbagai permasalahan terkait. Ririh dan pekerja perempuan lainnya dapat membantu kebutuhan ekonomi keluarganya.

Air susu ibu yang mengandung berbagai manfaat pun tidak lagi terbuang.

Penulis dan fotografer: Feri Latief