Memanfaatkan Zona Demiliterisasi Korea Menjadi Pusat Seni dan Wisata

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 18 Desember 2018 | 13:22 WIB
Rusa mati yang dipamerkan di bekas markas tentara AS di Zona Demiliterisasi. (Ed Jones/AFP)

Nationalgeographic.co.id - Seekor kijang mati dipajang di bekas markas amunisi AS, tepat di luar Zona Demiliterisasi yang memisahkan dua Korea. Tanduk-tanduknya yang berasal dari akar pohon, berdiri tegak hingga hampir menjangkau atap.

Rusa mati itu merupakan bagian dari karya seni yang dipasang di Kamp Greaves, yang pernah menjadi markas militer AS di sepanjang Zona Demiliterisasi Korea. Tempat tersebut kini telah diubah menjadi pusat seni dan objek wisata.

Sebuah plakat yang berada di pameran, menyatakan bahwa Kim Myeongbeom, seniman asal Korea Selatan, berusaha mendengarkan "bisikan benda-benda dan percakapan mereka". Melalui karyanya, Kim mensejajarkan objek buatan manusia dengan yang berasal dari alam untuk merepresentasikan hidup dan mati.

Baca Juga : Menyepi dari Dunia Modern dan Teknologi di Kampung Naga Tasikmalaya

Tentara Amerika sendiri meninggalkan Kamp Greaves pada 2004. Ini dilakukan sebagai langkah pertama dari rencana besar untuk merelokasi unit-unit AS yang ditempatkan di Korea Selatan ke Kamp Humphreys, di dekat Seoul.

Proses pemindahan tersebut telah selesai sehingga meninggalkan tempat kosong di markas sebelumnya. Kepemilikan pun beralih ke pemerintah Korea Selatan. Mereka lalu mengubahnya menjadi wilayah yang memiliki daya tarik wisata.

Di Kamp Greaves, yang berlokasi di utara Seoul, provinsi Gyeonggi sedang mencoba untuk menciptakan uang dari industri pariwisata di sepanjang Zona Demiliterisasi.

Baca Juga : Disgusting Food Museum, Pameran Makanan Menjijikkan Dari Seluruh Dunia

Bangunan bekas pelatihan militer diubah menjadi hostel. (Ed Jones/AFP)

Pameran dengan karya seni tadi hanyalah salah satu daya tariknya, yang lebih menarik, bangunan bekas perwira polisi bahkan telah diubah menjadi hostel.

"Dari tempat ini, saya bisa melihat bendera Korea Utara dan Selatan berkibar secara bersama-sama. Ini membuat saya sadar betapa dekat lokasi kedua negara ini. Mungkin, masih ada harapan agar mereka dapat bersatu," kata Kim Dong-in, salah satu turis yang mengunjungi wilayah tersebut.