Nationalgeographic.co.id - Lelah dengan hiruk pikuk dunia modern dan teknologinya yang berkembang sangat cepat? Jika iya, mungkin Anda harus 'menyepi' selama beberapa hari di Kampung Naga, Desa Neglasari, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Desa seluas 1,5 hektare ini masih sangat hijau dan tidak terpengaruh modernisasi sama sekali. Di Kampung Naga, Anda akan melihat ratusan pohon eboni, sawah-sawah membentang, dan sungai Ciwulang yang mengalir jernih.
Untuk sampai ke sana, Anda harus berjalan kaki dan menuruni 439 anak tangga. Meskipun cukup menguras tenaga, tetapi saat menyusuri jalan masuk ke desa, Anda akan dibuat terpukau dengan rumah-rumah bernuansa alam yang terbuat dari bambu, kayu, daun nipah, dan daun palem.
Baca Juga : Menjelajahi Pulau Samosir, Jantung Budaya Batak Toba
Ada sekitar 300 penduduk yang tinggal di Kampung Naga. Mereka hidup dengan sederhana dan harmonis. Tidak hanya terhadap sesama penduduk lokal, mereka juga ramah kepada turis domestik maupun asing.
Hidup tanpa listrik dan musik
Di tengah gempuran teknologi yang berkembang pesat, warga Kampung Naga menolak tawaran pemerintah akan fasilitas listrik. Mereka juga tidak memakai gas LPG dan memasak dengan tungku. Kegiatan sehari-hari di desa ini dilakukan secara manual.
Selain itu, Kampung Naga juga melarang siapa pun untuk membunyikan musik. Namun, jangan khawatir. sebagai gantinya, Anda dapat mendengarkan suara alam yang merdu. Mulai dari kicauan burung, air mengalir, angin, serangga, dan gemerisik pohon. Di desa ini, Anda benar-benar 'menyatu' dengan alam.
Kampung Naga merupakan tempat cocok bagi Anda yang ingin menyepi. Tanpa listrik, Anda bisa menikmati malam yang damai dan tenang dengan cahaya remang-remang dari lampu vayer.
Jika ingin menginap di Kampung Naga, Anda harus membuat janji dengan pemandu dan meminta izin kepada penduduk lokal terlebih dahulu. Perhatikan peraturan dan nilai-nilai yang ada di sana. Sebab, desa ini masih memegang erat tradisi leluhur.
Tradisi yang kuat
Source | : | Dari berbagai sumber |
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR