Nationalgeographic.co.id - Sebenarnya Matahari tidak benar-benar bersin seperti ketika kita bersin. Namun kata bersin rasanya tepat digunakan untuk menggambarkan fenomena yang serupa dengan kata tersebut. Bayangkan, ketika Anda bersin, tentu Anda akan meniupkan dan melontarkan udara hingga air liur. Nah, apa yang terjadi ini mirip dengan peristiwa Matahari bersin.
Berbeda denga manusia, saat Matahari bersin, bukan air liur yang terlontar, melainkan massa korona. Peristiwa itu adalah ledakan besar flux magnetik berisi gas dari bintik-bintik aktif di permukaan Matahari.
Sebelumnya para peneliti menduga bahwa semburan korona ini berbentuk serupa dengan aliran gelembung yang keluar dari permukaan air dan kemudian hilang tanpa jejak. Namun penelitian terbaru menunjukkan hal yang berbeda.
Baca Juga : Ditemukan Retakan Baru di Krakatau, BMKG Imbau Warga Waspada Tsunami Susulan
“Kami menemukan, semburan itu lebih mirip awan debu atau bersin. Terdiri dari paket plasma yang bergerak sendiri-sendiri," ungkap Mathew Owen dari University of Reading, pimpinan peneliti seperti dilansir dari Science Alert, Jumat (4/1/2019).
Dengan kecepatan mencapai 2.000 km per detik, semburan massa korona dapat menyebar dengan cepat di ruang angkasa. Tidak membutuhkan waktu lama bagi semburan ini untuk mencapai Bumi. Peneliti mengungkapkan bahwa semburan ini hanya membutuhkan waktu satu hingga tiga jam saja.
Sekadar informasi, jarak Matahari dengan Bumi adalah 149,6 juta km.
Hal ini tidak hanya terjadi satu kali saja, melainkan setiap beberapa jam sekali ketika aktivitas Matahari tengah mencapai puncaknya.
Lantas apa dampak yang dirasakan di Bumi? Massa korona dapat mengakibatkan perubahan cuaca, menciptakan badai geomagnetik yang berimbas pada padamnya listrik, terganggunya jaringan komunikasi, hingga meningkatnya paparan radiasi. Sebuah kota pun bisa lumpuh dan mati karena dampak tersebut.
Para peneliti lantas mencoba mempersiapkan kemungkinan terburuk dari sampainya massa korona ini. Langkah awalnya adalah dengan mencoba memahami massa korona itu sendiri.
Dalam penelitiannya, Owen berhasil mengungkap fakta bahwa massa korona mengalami pemuaian dan semakin tidak teratur ketika mendekati Bumi.
Baca Juga : Mencari Alien di Bulan Jupiter, NASA Berencana Kirim Robot Nuklir
Temuan ini menunjukkan bahwa sebagian massa korona dapat berinteraksi dengan gaya yang berada di luarnya.
Lontaran massa korona lebih terkait dengan angin Matahari atau angin surya daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hal inilah yang membuat fenomena tersebut lebih sulit untuk dilacak sebelumnya.
“Memprediksi bentuk dan pergerakan lontaran massa korona saat melewati angin Matahari menjadi hal yang tidak mungkin,” ucap Owen. Oleh karena itu, Owen mengatakan bahwa para peneliti harus terlebih dahulu memahami angin Matahari.