Dari Editor: Saling-silang Pengobatan Tradisi Nusantara

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 11 Januari 2019 | 22:14 WIB
Potret reka ulang adegan bekam tanduk. Pengobatan ini terpengaruh tradisi yang berkembang di Tiongkok dan Arab. (Rahmad Azhar Hutomo/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Awalnya, saya sungguh ngeri menyaksikan orang yang menjalani pengobatan bekam. Namun, kengerian itu pupus sudah semenjak saya mengikhlaskan mangkuk-mangkuk mungil itu menjangkiti punggung saya. Usai bekam, pegal hilang, bugar pun datang.

Tatkala kami sedang menyiapkan sampul edisi khusus tentang pengobatan Cina, fotografer Rahmad Azhar Hutomo mengusulkan foto beradegan bekam tradisional—tidak memakai mangkuk melainkan tanduk. Kendati sulit mencarinya, visualisasinya sungguh sepadan: sebuah foto lelaki yang dibekam dengan peranti setengah lusin tanduk kerbau.

Kami mencari bekam tradisional untuk reka ulang metode bekam dari Tiongkok kuno yang menggunakan tanduk hewan. Selain tanduk, mereka juga menggunakan potongan bambu, layaknya cangkir.

Agni Malagina, penulis National Geographic Indonesia dan pengajar Program Studi Cina FIB-UI, memberikan pemaparan kepada kami. Pada 1973, ujarnya, para peneliti menemukan sebuah makam Dinasti Han (wangsa yang berjaya sekitar 2.000 tahun silam) di Changsa, Ibukota Provinsi Hunan. Di makam itu tersingkap Mawangdui Bo Shu, buku kuno berisi teks pada lembaran sutra, yang memerikan filsafat dan catatan tertua tentang pengobatan bekam di Tiongkok.

“Teks itu menggunakan tulisan gambar zaman dahulu,” ungkap Agni, “sebelum menjadi karakter Cina seperti sekarang.”

Sejatinya, bekam ala Tiongkok pun bukan metode pengobatan bekam tertua di dunia. Hippocrates, yang dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern, telah mempraktikkan bekam sekitar 2.400 tahun silam. Jauh sebelumnya, gulungan kertas daun papirus asal Mesir telah mengisahkan praktik serupa yang telah lazim di negeri para Firaun itu sejak 3.000 tahun silam.

Di Jazirah Arab, Nabi Muhammad, sekitar akhir abad keenam sampai awal abad ketujuh, turut meriwayatkan pengobatan ini. Pakar sains asal Persia sekitar abad kesembilan dan kesepuluh, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi dan Ibnu Sina juga mewariskan metode bekam kepada kita.

Metode bekam modern berkembang pesat sekitar 1950-an di Tiongkok, Agni memaparkan. Ketika itu orang Cina dan Rusia bersama-sama mengembangkan klinik akupunktur dan bekam. “Tidak heran, apabila bekam modern memasuki Indonesia pada zaman Sukarno.”

Namun, kapan pertama kali bekam tradisional memasuki Nusantara?

Sampai sejauh ini kita hanya bisa menduga-duga. Menurut Agni, bekam tradisional diduga memasuki Nusantara ketika para pedagang Cina dan Arab berlabuh di sini yang dipersatukan oleh jalur rempah pada ratusan tahun silam.

Kita pun tidak tahu persis, metode bekam siapa yang lebih dahulu sampai Nusantara, Arab atau Cina?

“Apabila ditarik dugaan berbagi praktik bersama,” ujarnya, “tak tertutup kemungkinan saling memengaruhi antara bekam Cina dan Arab.”