Nationalgeographic.co.id - "Anak aku itu nakal," ungkap Suriani sore itu, "Suka berkelahi. Suka silaga."
Ibu yang belum paruh baya ini tinggal di Pattingalloang, sebuah kelurahan yang terletak dekat dengan Pelabuhan Paotere, Makassar, Sulawesi Selatan. Suriani tidak sendirian dalam menghadapi kenakalan anaknya.
Beda dengan anak Suriani, ada pula Maya––bukan nama sebenarnya––yang berasal dari kelurahan yang sama, gadis kecil lincah berusia 10 tahun, tapi telah menjadi korban kekerasan. Pada tahun 2017, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar mencatat setidaknya ada sekitar 1.400-an kasus kekerasan anak yang terjadi di kota tersebut.
Di sisi lain, ada rantai kejahatan berupa kehadiran rentenir atau punggawa di desa nelayan Pattingalloang. Para rentenir ini berkuasa dan menjerat nelayan dengan utang, terutama bila mereka tidak bisa melaut.
Baca Juga : Tak Perlu Obat-obatan, Ini 6 Bahan Alami untuk Obati Flu dan Batuk
Permasalahan sosial ekonomi di kawasan pesisir kota Makassar ini kompleks. Parahnya, situasi ini makin keruh dengan rendahnya nilai-nilai spiritual dan edukasi di dalam masyarakatnya, sehingga tak pelak memicu konflik-konflik domestik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, eksploitasi anak, sampai pada tindak kekerasan seksual terhadap anak.
Secara psikis, tentu hal-hal di atas memengaruhi anak. Baik langsung maupun tidak langsung, dapat dilihat dari perubahan perilaku anak, seperti cenderung pendiam, tidak dapat bersosialisasi, etika dan empati yang kurang, hingga berlanjut pada mengulang tindakan dan perilaku di sekitar mereka.
Kepelikan ini yang membuat Nuraeni mengambil inisiatif. Perempuan berusia nyaris 70 tahun ini adalah perempuan pemberani yang memulai dan mengubah nasib para perempuan di pesisir pantai Makassar.
“Awalnya pendekatan langsung ke nelayan, tetapi ditentang oleh para punggawa," ujar perempuan yang akrab disapa Ibu Eni ini. "Sampai ada yang mengancam. Lalu akhirnya saya putar pendekatan ke istri nelayan."
Sederhana yang dilakukan Ibu Eni untuk membantu warga di Pattingaloang. "Kita ajari baca tulis, menghitung, bagaimana mengasuh anak, dan mengelola keuangan rumah tangga. Supaya memberi penjelasan kepada suaminya."
Lambat laun cara ini dapat membuat para nelayan sadar, bahwa ketergantungan terhadap rentenir malah menimbulkan kesengsaraan.
Baca Juga : Anak yang Mengalami Bullying Berisiko Alami Obesitas Saat Dewasa
Inisiatif Ibu Eni didukung Pertamina TBBM Makassar yang membantu pembangunan rumah produksi dan pusat kepedulian sosial (social care center) ketika ia mendirikan Kelompok Wanita Nelayan (KWN) Fatimah Az-zahra. Melalui kelompok ini, para istri nelayan dapat mendukung ekonomi keluarga. Mereka dilatih mengubah ikan menjadi produk olahan seperti abon ikan, bandeng cabut tulang, otak-otak, sambal ikan tuna, serta kue dari bahan ikan.
Pada awal berdirinya di 2014 silam, KWN Fatimah Az-zahra hanya beranggotakan segelintir istri-istri nelayan dengan omzet 1,5 juta rupiah per bulan dan produksi 35 kg abon ikan. Kini anggota kelompoknya mencapai puluhan, dengan omzet 90 juta rupiah per bulan dan produksi abon ikan hingga 500 kg.
Nuraeni berprinsip kalau mau membantu warga, maka seseorang harus lebih dulu membantu diri sendiri. Oleh karenanya, ketika KWN Fatimah Az-zahra terus berkembang, ia aktif berkontribusi pada lingkungan, seperti dengan rutin memberikan bantuan kesehatan dan makanan gratis kepada kaum lansia. KWN juga membantu biaya pemakaman bagi warga pesisir yang meninggal dunia melalui hasil penjualan produk olahannya.
Tidak berhenti sampai di situ, Nuraeni yang merasa tergerak dengan nasib anak-anak yang mengalami kekerasan pun membuat sebuah wadah sebagai sarana meditasi bagi anak-anak. "Saya membuka sekolah ini karena prihatin melihat anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual di lingkungan sekitar," ujarnya.
Nuraeni menambahkan, sedini mungkin anak-anak di Sekolah Anak Percaya Diri dilatih berbagai macam keterampilan agar kelak mempunyai modal dasar yang bisa digunakan untuk meningkatkan kapasitas diri. Selain belajar, mereka juga diajak untuk berkumpul dan bermain bersama agar mereka tetap masih bisa menikmati masa kecil mereka. "Kami juga mengajarkan pentingnya lingkungan kepada mereka dan sebagai anak nelayan juga kita harap mereka tidak melakukan illegal fishing."
Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali mental dan jiwa mereka dari trauma, sehingga dapat kembali beraktivitas dan meraih cita-cita seperti anak-anak yang lain. Sekolah Anak Percaya Diri bertujuan mengembalikan rasa kepercayaan diri anak-anak melalui pembelajaran yang sederhana, seperti kebersihan diri dan lingkungan, membuat kerajinan tangan, pengembangan bakat dan minat, serta pendidikan akhlak. Sekolah Anak Percaya Diri ini dibangun pada 2016 silam dengan menggunakan keuntungan yang disisihkan dari KWN Fatimah Az-zahra dibantu Pertamina TBBM Makassar melalui Marketing Operation Region (MOR) VII.
Saat ini jumlah anak yang ikut aktif dibina di Sekolah Anak Percaya Diri ada sebanyak 65 anak, dengan materi pembelajaran sains dan karya wisata sebagai bimbingan kecerdasan, lalu seni, sastra dan permainan untuk menggali potensi dan bakat anak, serta materi agama untuk menanamkan nilai-nilai moral. Selain itu tiap dua bulan sekali diadakan kelas inspirasi dengan mengundang beberapa profesional untuk memaparkan kerja mereka, sembari memotivasi dan mengarahkan anak-anak untuk menentukan dan memiliki cita-cita.
Baca Juga : Ingin Menghindari Penyakit Mematikan? Konsumsi Makanan Kaya Serat
Keberanian, kegigihan, dan keteguhan Nuraeni membuatnya diganjar penghargaan Tobarani Award yang dianugerahkan padanya bertepatan dengan HUT ke-411 Kota Makassar tahun 2018. Penghargaan lain juga dianugerahkan pada pendiri KWN Fatimah Azzahra ini, antara lain penghargaan Nobel Indonesia, She Can Awards, British Council Community Entrepreneur Challenge, PUSPA Awards, Danamon Award, GKPMB Awards, dan penghargaan sebagai The Most Inspiring Women dari IWAPI Pusat.
Baru-baru ini, Ibu Eni sebagai binaan Marketing Operation Region (MOR) VII PT Pertamina (Persero) meraih Juara I Pertamina Local Heroes 2018 kategori Cerdas, karena usahanya yang tak kenal lelah dalam mengembangkan sekolah anak percaya diri bagi anak korban KDRT, eksploitasi dan kekerasan seksual.
"Saya berharap agar semua pihak bisa berkomitmen bersama-sama, terus berkarya dan berkontribusi, serta menciptakan replikasi-replikasi program di tempat lain, karena masih banyak daerah pesisir yang perlu dikembangkan," ucap Nuraeni dalam suatu kesempatan.
Penulis: Ellen Saputri Kusuma