Perjuangan Orang-orang Siddi Melawan Rasisme dan Diskriminasi di India

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 27 Januari 2019 | 11:00 WIB
Aisha Stuart membuat film dokumenter mengenai orang-orang Siddi di India. (Aisha Stuart/National Geographic)

Dikategorikan ke dalam kelompok “Yang Tak Tersentuh” atau kasta terbawah di India, orang-orang Siddi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Orang-orang Siddi kebanyakan tinggal di wilayah Karnataka, India Selatan. Sisanya tersebar di Goa, Gujarat, dan Maharashtra.

Masih mengalami diskriminasi, keturunan Siddi hanya bisa bekerja sebagai asisten rumah tangga, mengumpulkan padi, dan merawat ternak. Beberapa dari mereka tinggal bersama keluarga Brahmana yang memiliki kasta tertinggi di India.

Ada juga yang meninggalkan India untuk bekerja di Timur Tengah. Namun, pada akhirnya mereka kembali ke kekeluarganya setelah mengumpulkan sejumlah uang.

Warisan Afrika

Meskipun sudah tinggal di India selama berabad-abad, orang-orang Siddi masih mempertahankan warisan budaya Afrika. Stuart mengatakan, mereka dikategorikan sebagai suku oleh pemerintah India karena etnisnya sangat berbeda. Klasifikasi ini memungkinkan mereka mendapat bantuan pemerintah.

Menurut Stuart, perbedaan utama Siddi dengan orang-orang India asli adalah tradisi budayanya. Mulai dari musik, tarian, hingga upacara adat. Pertunjukkan musik orang-orang Siddi banyak menggunakan alat musik perkusi – terutama drum bambu bergaya Afrika.

“Nyanyian dan irama gendangnya mirip dengan drum Ngoma di Afrika Selatan,” katanya.

Dialek mereka juga mirip dengan bahasa Bantu di Afrika.

Baca Juga : Bayanihan, Semangat Gotong Royong dan Membantu Sesama Ala Filipina

Terlepas dari kesulitan yang mereka hadapi di India, Stuart mengatakan, orang-orang Siddi saling menemukan kebahagiaan dan kekuatan satu sama lain.

“Menjadi yang terbuang, komunitas ini saling terhubung satu sama lain,” ujarnya.

“Mereka memiliki banyak acara dan festival kebudayaan, itulah salah satu cara orang-orang Siddi bertahan hidup. Ketangguhan mereka berasal dari kebanggaan budaya dan rasa kebersamaan,” pungkas Stuart.