Nationalgeographic.co.id - Istilah petrichor pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Isabel Joy Bear dan Roderick G. Thomas dalam artikel mereka yang berjudul Nature of Argillaceous Odour pada 1964.
Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani: petros yang berarti 'batu', dan ichor dengan arti 'cairan yang mengalir di pembuluh darah para dewa'.
Baca Juga : Zeptodetik, Satuan Waktu Terkecil yang Mengalahkan Nanodetik
Menurut para peneliti, bukan rasa terima kasih manusia saja yang membuat aroma hujan begitu menarik setelah cuaca kering yang panjang, tapi ada peran zat kimiawi yang terlibat di sana.
Aroma khas petrichor yang bersatu antara air hujan dan tanah, ternyata diproduksi oleh bakteri.
"Makhluk tersebut berlimpah di tanah," ujar Profesor Mark Buttner, kepala mikrobiologi molekuler di John Innes Centre.
"Jadi, ketika Anda mencium aroma tanah basah, sebenarnya itu berasal dari molekul yang diproduksi oleh jenis bakteri tertentu," imbuhnya kepada BBC.
Molekul yang dimaksud adalah geosmin. Itu diproduksi oleh bakteri Streptomyces yang hidup di dalam tanah yang sehat dan kerap digunakan untuk membuat antibiotik komersial.
Tetesan air hujan yang jatuh ke tanah, melepaskan geosmin ke udara. Membuat jumlahnya jadi semakin berlimpah saat hujan.
Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa geosmin berkaitan dengan terpene––sumber wangi di beberapa tumbuhan.
Menurut Profesor Philip Stevenson, pemimpin penelitian di Kew Royal Botanic Gardens, hujan dapat memunculkan aroma terpene.
"Sering kali, bahan kimia dari tumbuhan yang menimbulkan aroma, diproduksi di rambut daun. Hujan yang turun kemudian melepaskan senyawa ini. ibaratnya, seperti ketika kita membelah tanaman kering menjadi dua. Wangi asli darinya pasti akan tercium lebih kuat," papar Stevenson.