Nationalgeographic.co.id – Terumbu karang terdiri dari banyak polyps–binatang kecil berbentuk kantung dengan ujung yang mekar dengan tentakel-tentakel kecil.
Di dalam polyps, hidup ganggang yang sangat kecil yang disebut zooxanthellae. Ganggang ini lah yang memberikan warna pada batu karang.
Hubungan antara batu karang dan zooxanthellae membentuk simbiosis mutualisme. Sementara terumbu karang menyediakan tempat tinggal untuk ganggang, tumbuhan laut tersebut memberikan gizi yang dihasilkan dari proses fotosintesis.
Baca Juga : Berbahaya Bagi Karang, Republik Palau Larang Penggunaan Tabir Surya
Namun, ketika terjadi perubahan suhu pada air laut yang “meresahkan” terumbu karang, maka ganggang akan meninggalkan tempat berlindungnya selama ini.
Dan saat ganggang pergi, bagian luar karang yang berwarna putih akan terlihat karena polyps tidak memiliki warna (transparan). Kondisi ini kemudian disebut dengan coral bleaching atau pemutihan batu karang.
Coral bleaching terjadi karena perubahan suhu, polusi, dan penangkapan makhluk laut yang berlebihan. Kenaikan suhu 1 -2 derajat celcius dapat menyebabkan pemutihan terumbu karang dalam skala besar, bahkan hingga beratus-ratus ribu kilometer.
Baca Juga : Akibat Perubahan Iklim, Korea Selatan Justru Bisa Panen Pisang
Saat ini, pemutihan terumbu karang sudah terjadi di wilayah Australia hingga Madagaskar. Selama 2014–2017 terjadi pemutihan terbesar di dunia–mencapai angka 70%.
Meski masih mampu bertahan hidup tanpa ganggang, tapi terumbu karang menjadi rentan terserang penyakit. Dan jika suhu air laut semakin panas, maka kemungkinan besar terumbu karang akan mati.
Sekalipun suhu air kembali normal dan ganggang kembali ke dalam batu karang, perlu waktu 10 sampai 15 tahun agar terumbu karang dapat pulih sempurna.