Ketika Perang Dingin Memecah Korea Menjadi Dua

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 17 Februari 2019 | 10:00 WIB
Garis batas di zona demiliterisasi Korea. (Kurita KAKU/Gamma-Rapho via Getty Image)

Syngman Rhee, Presiden Korea Selatan, bertemu dengan Jendral Matthew B. Ridgway. (Bettmann Archives/Getty Images)

Pada 1948, Amerika Serikat meminta PBB untuk menyelenggarakan pemungutan suara. Setelah utara menolak untuk berpartisipasi, pihak selatan membentuk pemerintahannya sendiri di Seoul – dipimpin oleh Syngman Rhee yang sangat antikomunis.

Tidak lama kemudian, utara mendirikan negara komunis dengan Kim Il Sung sebagai perdana menteri pertama. Ibu kotanya terletak di Pyongyang.

Perang Korea

Perang Korea (1950-1953) yang membunuh sekitar 2,5 juta orang, sedikit menjawab pertanyaan tentang rezim mana yang paling “mewakili” Korea. Yang pasti, Amerika Serikat menjadi musuh utama Korea Utara saat mereka membom desa dan kota-kota di utara semenanjung.

Perang tersebut meratakan Korea dan merusak setiap kota.

Gencatan senjata untuk mengakhiri konflik pada 1953, menyisakan negara yang semakin terpecah. Zona demiliterisasi (DMZ) lalu didirikan untuk membelah semenanjung Korea. Hingga saat ini, tidak ada perjanjian damai yang ditandangani. Secara teknis, kedua negara ini masih dalam status perang. 

Baca Juga : Nyaris Terlupakan, Balikpapan Menandai Pertempuran Akbar Penutup PD II

Tidak seperti pemisahan negara era Perang Dingin lain, di zona perbatasan Korea Utara dan Selatan, hanya ada sedikit pergerakan.

Menurut Robinson, garis batas itu benar-benar tertutup rapat. Ini menjelaskan mengapa negara yang dulu pernah menjadi satu ini, memiliki sistem pemerintahan yang amat berbeda.

Melanjutkan hubungan dengan Amerika Serikat, Korea Selatan berhasil mengembangkan ekonomi yang kuat. Dalam beberapa dekade terakhir, negara gingseng ini yakin melangkah menuju negara demokratis.

Sementara itu, Korea Utara tetap menjadi negara terisolasi dengan perkembangan ekonomi yang rendah. Negara komunis ini dipimpin oleh satu keluarga selama tiga generasi.