Pulau Penyengat, Pulau Kecil dengan Warisan Budaya Melayu yang Besar

By Agni Malagina, Senin, 18 Februari 2019 | 12:28 WIB
Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat tampak dari foto udara. (Feri Latief)

Masjid Raya Sultan Riau Penyengat menjadi salah satu daya tarik utama Pulau Penyengat bagi peziarah, peneliti maupun pengunjung wisatawan baik domestik maupun mancanegara. (Agni Malagina)

Masjid ini mulai dibangun pada 1 Syawal 1249 H (1832), pada masa Raja Abdurrahman Yang Dipertuan Muda VII—memerintah pada tahun 1831–1844. Konon, salah satu bahan utama yang digunakan untuk membangun masjid ini adalah putih telur.

Masjid ini juga menjadi tempat penyimpanan ratusan naskah kuno berupa Kitab Kuning, Al Quran tulisan tangan dan naskah lainnya yang sering menjadi penelitian para filolog Indonesia maupun asing.

2. Gedung Tabib

Gedung ini sangat instagramable karena tak lagi beratap, hanya tersisa kerangka bata dan pohon bayan yang merambat di dindingnya.

Dahulu gedung ini merupakan tempat tinggal Raja Daud bin Raja Ahmad bin Raja Haji Fisabilillah yang juga seorang tabib pengobatan cara Melayu, serta penulis Risalah Ilmu Tabib dan Rumah Obat di Pulau Penyengat.

3. Istana Ali Marhum Kantor atau sering disebut Istana Kantor.

Gedung Kantor merupakan salah satu situs Cagar Budaya Nasional di Pulau Penyengat. (Agni Malagina)

Tilas tempat kediaman Raja Ali bin Raja Jakfar atau yang dikenal dengan gelar Yang Dipertuan Muda VIII Riau Lingga memerintah tahun 1844–1857.

4. Istana Engku Bilik

Tilas tempat kediaman Tengku Biliki atau Raja Halimah binti Raja Muhamad Yusuf Al–Ahmadi. Engku Bilik adalah adik dari Sultan Abdurrahman Muazzamsyah, sultan Riau Lingga terakhir yang memimpin Kesultanan Melayu Riau Lingga 1885–1911.

Keluarga ini meninggalkan Pulau Penyengat pada tahun 1911 menuju Singapura sebagai reaksi penolakan terhadap perintah Belanda yang ingin menghilangkan kekuasaan kesultanan. Gedung ini juga pernah digunakan Pemerintah Jepang ketika menduduki Pulau Penyengat tahun 1942-1945.