Cakram Bengkok dan Spiral dengan Bintang Raksasa di Ujung Bima Sakti

By National Geographic Indonesia, Sabtu, 23 Februari 2019 | 09:00 WIB
Bima Sakti dilihat dari Mount Cook National Park (Lutfi Fauziah)

Nationalgeographic.co.id - Dari jarak yang sangat jauh, Galaksi Bima Sakti kita hanya terlihat seperti cakram tipis berbintang yang berotasi setiap beberapa ratus juta tahun pada porosnya. Ratusan miliar bintang memberikan kekuatan grativasi yang menahan mereka untuk tetap bersama.

Namun, kekuatan tarikan gravitasi lebih lemah di daerah cakram terluar galaksi. Di situ, awan hidrogen yang menempati sebagian besar cakram gas Bima Sakti tidak lagi berbentuk seperti dataran tipis. Tapi mereka berbentuk S, seperti membengkok.

Walau bentuk bengkok lapisan gas hidrogen Bima Sakti sudah diketahui selama puluhan tahun, dalam penelitian yang diterbitkan di Nature Astronomy, kami menemukan bahwa cakram yang berisi bintang-bintang besar dan muda di situ juga membengkok, dengan pola spiral yang semakin melengkung.

Kami berhasil memastikan penampilan yang membengkok ini setelah berhasil mengembangkan gambar tiga dimensi akurat pertama dari daerah paling jauh galaksi Bima Sakti.

Memetakan Bima Sakti

Mencoba menentukan bentuk sebenarnya dari galaksi kita itu seperti berdiri di sebuah taman di Jakarta dan mencoba menggambarkan keseluruhan bentuk Indonesia. Galaksi Bima Sakti mengelilingi kita. Maka, untuk menentukan bentuk pastinya, kami perlu memetakan distribusi bintang dalam segala arah.

Walau hal tersebut tidak begitu sulit jika hanya melihat arah atas dan bawah bidang piringan bintang, hal tersebut menjadi lebih sulit di sepanjang daerah bidang Bima Sakti.

Selain bintang dan awan gas hidrogen di bidang Bima Sakti, penglihatan kita juga dihalangi oleh debu dalam jumlah besar. Material yang astronom sebut debu ini terbuat dari partikel karbon. Ini tidak terlalu berbeda dari abu yang terkumpul di rumah ketika, misalnya, Anda membakar sesuatu.

Debu dalam jumlah besar menghalangi penglihatan kita dari hal-hal yang berada di kejauhan, juga membuat cahaya terlihat lebih merah. Ini karena ukuran dari partikel karbon tersebut dekat dengan panjang gelombang cahaya biru. Hingga cahaya biru dapat diserap oleh debu tersebut sementara cahaya merah lolos dari debu dengan mudah.

Akan tetapi, debu tidak menjadi masalah satu-satunya dalam memetakan Bima Sakti. Sangat sulit untuk menentukan jarak dari Matahari ke bagian terluar cakram Bima Sakti tanpa mengetahui dengan pasti bagaimana bentuk cakram itu.

Bintang-bintang yang bergetar

Salah satu peneliti dalam tim internasional saya—Xiaodian Chen dari National Astronomical Observatories (Chinese Academy of Sciences) di Beijing— mengkompilasi katalog baru yang berisi beragam bintang yang dikenal dengan bintang Cepheid klasik. Bintang-bintang ini bervariasi tingkat keterangannya sepanjang waktu.

Bintang-bintang ini merupakan salah satu capaian terbesar dalam astronomi: mereka dapat digunakan untuk menghitung jarak yang sangat akurat dengan angka ketidakpastian 3-5% saja. Angka tersebut adalah angka terbaik dalam astronomi, membuat kami dapat memperoleh peta paling akurat dari daerah terluar Milky Way saat ini.

Katalog baru kami berdasar dari observasi yang dibuat oleh Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE buatan NASA, teleskop angkasa yang dilengkapi dengan kacamata inframerah, cocok untuk menembus debu mana pun dalam cakram Bima Sakti.

Bintang-bintang Cepheid yang dipetakan mulai dari pusat Bima Sakti hingga daerah luarnya. Kebanyakan bintang-bintang yang dipetakan dekat dengan poros galaksi karena batasan observasi.

Cepheid klasik adalah bintang-bintang muda yang ukurannya 4 hingga 20 kali lebih besar dari Matahari dan 100.000 kali lebih terang. Massa bintang sebesar itu berarti bintang-bintang ini hidup cepat dan mati muda, membakar hidrogen dalam interior bintang mereka dengan sangat cepat, terkadang hanya dalam waktu jutaan tahun.

Bintang-bintang Cepheid mengeluarkan getaran harian hingga bulanan, yang dapat diamati cukup mudah dari perubahan seberapa terang mereka. Jika digabung dengan data rata-rata tingkat terang Cepheid tersebut, periode siklus getaran mereka dapat digunakan untuk mendapatkan jarak yang akurat.

Kita semua melengkung bersama

Tidak disangka, kami menemukan bahwa koleksi 1.339 bintang Cepheid kami dan cakram gas Bima Sakti mengikuti satu sama lain secara dekat. Hingga penelitian terakhir kami ini, tidak mungkin menghubungkan distribusi bintang-bintang muda di daerah cakram luar Bima Sakti terhadap cakram yang menyala dan melengkung yang terbuat dari awan gas hidrogen.

Namun yang paling penting adalah kami menemukan bahwa cakram bintang-bintang tersebut melengkung dengan pola spiral.

Banyak galaksi spiral berputar dengan cara berbeda, seperti galaksi ESO 510-G13 (tergambar di atas) di daerah selatan konstelasi Hydra, sekitar 150 juta tahun cahaya dari Bumi. Akan tetapi, hanya selusin galaksi lain yang diketahui memiliki pola melengkung yang sama di daerah cakram luar mereka.

Menggabungkan hasil kami dengan observasi awal, kami menyimpulkan bahwa pola lengkungan dan spiral Bima Sakti kemungkinan besar disebabkan oleh kekuatan dari cakram bagian dalam galaksi. Cakram bagian dalam yang berputar, pada dasarnya, menyeret cakram bagian luar juga, tapi karena rotasi cakram luar tidak secepat bagian tengah, hal ini menghasilkan struktur pola berbentuk spiral.

Peta baru ini memberikan kita pemutakhiran penting untuk penelitian terhadap gerakan bintang galaksi kita dan asal-usul cakram Bima Sakti. Hal ini terutama menarik berkat banyaknya informasi yang dapat kita dapatkan dari misi satelit Gaia buatan European Space Agency.

Gaia bertujuan untuk memetakan Bima Sakti kita dengan detail yang tidak terbandingkan sebelumnya, berdasarkan penentuan jarak paling akurat terhadap bintang-bintang paling terang yang ada dalam galaksi ini.

Artikel ini diterjemahan dari bahasa Inggris oleh Reza Pahlevi.

Bima Sakti dilihat dari Mount Cook National Park (Lutfi Fauziah)

Richard de Grijs, Associate Dean (Global Engagement) and Professor of Astrophysics, Macquarie University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.