Blanko Merah yang Menautkan Kisah Batik Tiga Negeri Di Pulau Jawa

By Agni Malagina, Rabu, 10 April 2019 | 10:28 WIB
Blanko merah disebut juga bakal blanko oleh para pembatik pedesaan di Lasem. Blanko merah ini digunakan sebagai dasar utama pembuatan batik tiga negeri Lasem-Solo. (Sigit Pamungkas)

Nationalgeographic.co.id - Batik Tiga Negeri di Jawa Tengah memiliki aneka ragam versi cerita. Mulai dari batik yang mengalami proses pewarnaan di tiga tempat yaitu Lasem, Pekalongan, Solo sampai ke batik tiga warna yang sejatinya terdiri dari warna merah, biru, kuning, soga. Motifnya diamini sebagai motif akulturasi Jawa, Arab, Eropa, Cina.

Tak hanya ketiga daerah tersebut di atas yang membuat batik tiga negeri. Cirebon, Kudus, Surabaya, Madura, Sidoarjo, sampai Pasuruan pernah disebut koran-koran Hindia Belanda awal abad 20 sebagai penghasil batik dengan ciri warna merah, biru, soga seperti yang disebutkan oleh C.T.H. Van Deventer dalam laporannya Overzicht van den Economischen toestand der Inlandsche Bevolking Java en Madoera yang terbit pada tahun 1904.

Ia mengutip Koloniaal Verslag tahun 1890 yang melaporkan bahwa pada munculnya tren kain yang dihiasi warna-warni ‘met kleuren vesierde’.

Warna yang dimaksud dalam laporan tersebut adalah merah dari akar mengkudu, biru nila indigo, dan soga dari kayu tengeran pada tahun 1890-1891.

Baca Juga : Dari Ganja Hingga Gigi Dokter, Uniknya Motif Batik Khas Cepu-Blora

Rupanya, warna utama batik ‘Tiga Negeri’ mulai digunakan pada tahun 1890. Pengusaha batik yang menggunakan warna-warna tersebut terdapat di Batavia, Pekalongan, Lasem dan Surabaya. Bahkan disebutkan bahwa pembatik di Surabaya meniru warna merah dari Lasem. Van Deventer juga menyebutnya sebagai kain dengan teknik yang rumit. Ya, teknik tersebut masih tetap rumit hingga tahun 2019! 

Namun yang pasti, hubungan paling erat selama hampir satu abad terjalin antara pengusaha batik tiga negeri Lasem dan Solo. Keduanya, berkelindan dalam blanko merah, hubungan bisnis sampai kawin mawin. Blanko merah juga bukan hanya hubungan jaringan para pengusaha batik Cina di Jawa, namun lebih erat lagi hubungan kerja sama pembatik tiga negeri Cina Jawa di Lasem. Hubungan tersebut tersimpan dalam kisah Blanko Merah atau yang dikenal dengan ‘Bakal Blanko’ oleh para seniman batik Lasem di pedesaan.

Blanko merah yang debut tiga dekade silam, milik Henry Setiawan dari Rumah Batik Padi Boeloe/Rajawali. Blanko ini merupakan peninggalan kedua orangtuanya yaitu Widji Soeharto dan Mari yang juga merupakan maestro batik Lasem pionir pengguna warna-warna pastel di Lasem. (Sigit Pamungkas )

“Blanko jaman dulu buketan seruni, bunga karang, bunga pring (bambu). Khusus daerah Jawa Barat menggunakan bunga-bunga seperti seruni, kalau Surabaya tidak mau pakai bunga-bunga seperti itu. Hanya bunga karang saja,” ujarnya Priscilla Renny (37), pemilik rumah batik Maranatha, Lasem.

“Njo Boo Swie, itu terkenal sekali membuat blanko merah, Oei Liong Hwat papinePak Rudy (merujuk pada Rudy Hartono pemilik Rumah Merah), banyak kok itu. Yang bikin tiga negeri ya semua!” ujar Renny menyebutkan sederet nama-nama pemilik rumah batik lawas yang dahulu kala membuat batik tiga negeri dan blanko merah seperti Mak Kiok (Nyah Kiok), Om Tun Oei, Poo Tok Gie, Lim Siauw Him, Mak De Lim Djan Wie,  Mak Lim Djan Siang, Tio Tjwan Nio, Mak Han, Tante Kun, Tante Pek Sui di Karangturi; Mak Rika, Pak Widji, Opa Sigit Witjaksono, PT 9 alias Batik Gajah, Njo Bo Sui, Katrin Poo, Mak Tian, Mak Gin, Mak Cai, Kong An Ti di Babagan.

Hal yang sama dipertegas oleh Santoso Hartono, pemilik rumah batik Pusaka Beruang. Sebelumnya, sang nenek telah membuka perusahaan batik pada tahun 1960-an, kemudian dilanjutkan oleh orangtuanya pada tahun 1980-an.

Namun, usaha turun temurun ini sempat vakum hingga akhirnya ia memutuskan untuk menghidupkan kembali usaha rumah batik pada tahun 2005. Ibundanya juga membuat blanko batik untuk perusahaan batik tiga negeri di Solo.