Melempar Anak Laki-laki ke Telaga, Ritual Pengorbanan Suku Maya untuk Dewa Hujan

By National Geographic Indonesia, Selasa, 7 Mei 2019 | 14:17 WIB
Cenote suci di situs reruntuhan Chichen Itza. (DC_Colombia/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Jika berkunjung ke Meksiko, mungkin Anda akan menemukan banyak cenote (lubang-lubang yang terisi air). Selain digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan minum, cenote juga dianggap sakral dan kerap digunakan untuk ritual pengorbanan. Mereka percaya, lubang-lubang ini sering dikunjungi oleh Chaac si Dewa Hujan

Salah satu mata air yang dianggap suci adalah Cenote Sagrado yang terletak di dekat situs arkeolog utama suku Maya Chichen Itza di Semenanjung Yucatan. Cenote ini khusus digunakan untuk upacara dan pengorbanan.

Pengorbanan yang dilakukan dengan cara melemparkan orang, baik pria, wanita maupun anak-anak ke dalam air selama musim kemarau untuk menenangkan dewa air.

Baca Juga : Disebut Jadi Calon Ibu Kota Baru, Apakah Benar Sejarah Kota Pontianak Berhubungan dengan Kuntilanak?

Ketika para arkeolog mengeruk mata air pada abad ke-20, mereka menemukan lonceng emas, topeng, cangkir, cincin, potongan batu giok, dan lainnya bersama dengan tulang manusia.

Namun, pada penemuan terbaru, arkeolog meyakini bahwa pengorbanan manusia oleh bangsa Maya kuno Meksiko untuk dilemparkan ke gua-gua berisi air kemungkinan anak laki-laki dan laki-laki muda, bukannya gadis perawan.

Gua-gua berfungsi sebagai sumber air bagi bangsa Maya dan juga dianggap sebagai pintu masuk ke dunia bawah.

Arkeolog Guillermo de Anda dari Universitas Yucatan menyatukan tulang-tulang dari 127 mayat yang ditemukan di bagian bawah salah satu gua suci Chichen Itza dan menemukan lebih dari 80 persen kemungkinan anak laki-laki antara usia 3 dan 11 tahun.

Dia mengatakan bahwa 20 persen lainnya kebanyakan pria dewasa.

Dia mengatakan anak-anak sering dilemparkan hidup-hidup ke kuburan air mereka untuk menyenangkan dewa hujan suku Maya, Chaac.

Beberapa anak secara ritual dikuliti atau dipotong-potong sebelum dipersembahkan kepada dewa, kata De Anda.

Baca Juga : Kerangka yang Ditemukan di NTT Ungkap Bukti Campuran Ras Sejak 2.000 Tahun Lalu

Diperkirakan bahwa para dewa lebih menyukai hal-hal kecil, terutama dewa hujan memiliki empat pembantu yang direprsentasikan sebagai orang kecil.

Jadi, anak-anak ditawarkan sebagai cara untuk berkomunikasi dengan Chaac.

Para arkeolog sebelumnya percaya bahwa gadis-gadis muda dikorbankan karena jenazah, yang berkisar 850 Masehi sampai penjajahan Spanyol, sering ditemukan dihiasi dengan perhiasan batu giok.

Sulit untuk menentukan jenis kelamin kerangka, tetapi bukti budaya dari mitologi Maya akan menunjukkan bahwa korban muda sebenarnya adalah laki-laki.