Mengonsumsi Makanan yang Lebih Lembut Ubah Cara Bicara Manusia Purba

By National Geographic Indonesia, Jumat, 10 Mei 2019 | 10:38 WIB
Ilustrasi. (Robby_Holmwood/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Kemampuan manusia untuk berbahasa membedakan kita dengan hewan. Bahasa tidak hanya memungkinkan kita untuk menaklukkan seluruh penjuru dunia, tapi juga menulis, berhitung, dan hal lainnya.

Tapi para peneliti dapat menemukan banyak sistem bahasa yang digunakan oleh makhluk lain. Sebagai contoh, banyak hewan memiliki panggilan khusus untuk objek tertentu, dan beberapa bahkan tampaknya menggabungkan panggilan meski tidak sempurna. Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa, pada intinya, bahasa adalah bagian dari biologi kita.

Penelitian baru kami menunjukkan bahwa perspektif biologis memang diperlukan untuk menjelaskan mengapa bahasa memiliki jangkauan suaranya masing-masing. Kami menggunakan bukti dari paleoantropologi, biomekanik ucapan, etnografi, dan linguistik historis untuk menyimpulkan bahwa bahasa bertutur baru tercipta pada zaman nenek moyang kita ketika rahang dan gigi mereka berevolusi agar bisa mencerna pola makan baru.

Biologi dan bahasa

Untuk mempelajari asal-usul bahasa dan memahami bagaimana itu berkembang menjadi kemampuan luar biasa yang kita miliki saat ini, masuk akal untuk menyelidiki bahasa dari perspektif yang mencakup biologi serta budaya. Tapi bahasa tidak masuk ke dalam kurikulum biologi pada umumnya. Sebagian besar dianggap sebagai fenomena intelektual dan budaya murni, dikelompokkan bersama dengan sastra dan seni sebagai bagian dari humaniora.

Tapi kategorisasi ini terasa ganjil, sebab, layaknya sistem komunikasi hewan lain, bahasa hanya bagian dari sifat kita. Kita memprosesnya dengan jaringan saraf di otak kita, dan memproduksinya dengan tubuh kita: kebanyakan dengan mulut kita, tapi dalam kasus bahasa isyarat, juga menggunakan tangan dan gerakan lainnya.

Bahasa juga sering dilihat sebagai keterampilan tetap–ia muncul dengan bersamaan dengan lahirnya spesies manusia dan keberadaannya cukup stabil.

Pandangan tradisional ini adalah bagian dari apa yang disebut oleh peneliti sebagai asumsi yang berasal dari ilmu linguistik dan antropologi. Asumsinya adalah bahwa bahasa saat ini sama seperti bahasa masa lalu dalam hal jenis dan distribusi struktur linguistik.

Makanan dan bahasa

Kelompok penelitian kami bekerja langsung menentang asumsi ini. Kami percaya bahwa jangkauan bunyi ujaran yang digunakan manusia tidak pernah stabil sedari awal. Penelitian kami menunjukkan bahwa suara labiodental (bunyi yang dihasilkan oleh bibir bawah dan gigi atas) - seperti “f” dan “v,” yang dibuat dengan menaikkan bibir bawah ke gigi atas - mulai muncul setelah manusia bertransisi ke pertanian, antara 10.000 dan 4.000 tahun yang lalu (tergantung pada wilayah dunia).

Walau suara labiodental menjadi agak umum saat ini dan ditemukan pada sekitar setengah dari bahasa di dunia, kami menunjukkan bahwa dalam kasus bahasa Indo-Eropa, mereka telah berinovasi terutama sejak Zaman Perunggu.

Mengapa? Apa yang tiba-tiba menyebabkan munculnya kelas suara bunyi ini?

Untuk memahami proses yang relevan, kita perlu cepat-cepat menyelami pendekatan antropologi biologis. Semua primata memulai konfigurasi tinggi gigit atau overbite dan jarak gigit atau overjet - atau bahasa sehari-harinya disebut gigi menggunting (scissors bite) - baik dengan gigi susu maupun gigi permanen mereka. Kemudian, diet tradisional mereka yang mencakup makanan keras membentuk gigi menggunting pada waktu kecil, lalu pada akhirnya terbentuklah gigitan ujung ke ujung saat dewasa.

Penemuan teknologi pemrosesan makanan - seperti penggilingan dan fermentasi - yang menghasilkan uap dengan perkembangan pertanian memungkinkan manusia untuk memilih makanan lembut. Dan makanan-makanan yang lebih lembut tersebut membuat manusia mempertahankan bentuk gigi guntingnya sampai dewasa. Contoh, bukti arkeologis menunjukkan adanya tengkorak dewasa dengan gigitan gunting dari 4.300 tahun yang lalu dari daerah yang sekarang menjadi Pakistan.

Perubahan yang agak baru dalam gigitan manusia ini membuka jalan bagi suara labiodental untuk dimasukkan ke dalam bahasa lisan. Proses ini secara bertahap mulai muncul di wilayah geografis termasuk Eropa dan Asia Selatan, tempat ada peningkatan akses ke makanan yang lebih lembut melalui teknologi pemrosesan makanan.

Tapi suara-suara baru ini tidak muncul di mana-mana: Retensi tinggi gigit dan jarak gigit hanya memfasilitasi kemudahan memproduksi suara labiodental dan meningkatkan kemungkinan untuk menghasilkan suara ini secara tidak sengaja. Jadi di berbagai wilayah, masyarakat dan budaya yang beragam, banyak kelompok perlahan-lahan mengembangkan bunyi ujaran baru, tapi tidak dengan lainnya.

Ide yang harus dipikirkan matang-matang

Perspektif biologis pada evolusi bahasa memungkinkan kita untuk mengajukan pertanyaan penelitian baru yang menarik, seperti bagaimana keragaman bunyi ujaran saat ini berkembang dari waktu ke waktu evolusi?

Saat ini, ada lebih dari 2.000 suara ujaran yang berbeda yang digunakan di dunia ini setidaknya 7.000 atau lebih bahasa yang diucapkan. Suara-suara wicara ini berkisar dari vokal kardinal yang ada di mana-mana (i, a dan u) ditemukan dalam sebagian besar bahasa, hingga konsonan klik jarang ditemukan dalam beberapa bahasa yang digunakan di Afrika selatan. Mengapa ada keragaman yang begitu besar dalam bunyi bahasa-bahasa dunia?

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kondisi anatomi dasar untuk berbicara sudah ada jauh sebelum munculnya Homo sapiens. Menurut hasil tersebut, terutama masalah perkembangan saraf yang memungkinkan kontrol motorik canggih yang dimiliki manusia sekarang atas organ bicara mereka. Tapi temuan baru kami sekarang mengisyaratkan bahwa para peneliti mungkin telah meremehkan pentingnya rincian anatomi yang baik: Walau pun dasar-dasarnya mungkin telah ditetapkan, beberapa suara mungkin lebih tua daripada yang lain dalam garis keturunan hominini dan primata, hanya karena kondisi anatomi dan tidak tergantung pada kontrol motorik .

Kami percaya bahwa penemuan kami membuka babak baru dalam pencarian asal-usul kemampuan terbesar manusia, yaitu bahasa, yang disebut sebagai masalah tersulit dalam sains.

Jamiah Solehati menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

Ilustrasi. (Robby_Holmwood/Getty Images/iStockphoto)

Penulis: Steven Moran, Postdoctoral researcher, Department of Comparative Linguistics, University of Zürich dan Balthasar Bickel, Professor of General Linguistics, University of Zürich

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.