Nationalgeographic.co.id - Di Asia, pemintaan akan trenggiling berada pada angka yang tinggi--terutama di Tiongkok. Di sana, trenggiling banyak dimanfaatkan, mulai dari sisiknya yang digunakan untuk pengobatan tradisional dan dagingnya yang disantap.
Di Indonesia sendiri, trenggiling adalah salah satu jenis satwa yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Namun sayangnya, masih banyak warga yang melakukan perdagangan ilegal. Pada Senin (20/05/19), Tim Direktorat PPH-Ditjen Gakkum LHK berhasil mengungkap perdagangan trenggiling (Manis javanica) di Semarang.
Baca Juga: Langka, Panda Albino dengan Semua Bulu Berwarna Putih Ditemukan di Tiongkok
Dilansir dari Kompas.com, perdagangan ilegal ini awalnya terungkap berkat pantauan tim Siber Patrol TSL Direktorat PPH-Ditjen Gakkum LHK.
Melalui penelusuran jejak digital, mereka memperoleh informasi bahwa pelaku berada di sekitar Semarang. Pedagang trenggiling berinisial KI tersebut kemudian berhasil diamankan.
Dalam penangkapan tersebut, tim juga mengamankan barang bukti seekor trenggiling dengan kondisi hidup, sisik trenggiing seberat 28,6 kilogram, dan opsetan trenggiling.
Selain itu mereka juga menemukan opsetan kepala kijang, 898 kerapas labi-labi, dan ponsel Nokia.
Berdasarkan informasi yang beredar, harga daging trenggiling bisa mencapai 1.200 dollar AS atau setara dengan Rp16 juta per kilogram-nya. Sementara sisik trenggiling dapat terjual dengan harga 3.000 dollar AS atau Rp40 juta rupiah per kilogram.
Baca Juga: Lagi, Warga Rusia Tertangkap Selundupkan Hewan yang Dilindungi
Direktur PPH Ditjen Gakkum, Sustyo Iriyono mengatakan: "Sejak tahun 2015-2019, kegiatan operasi penegakkan hukum dalam memberantas perdagangan trenggiling telah dilakukan sebanyak 13 kali dan berhasil mengamankan 17 ekor trenggiling (hidup), 1.840 ekor trenggiling (mati), dan 67,06 kilogram sisik trenggiling."
Pelaku perdagangan trenggiling ilegal tersebut akan dikenakan hukuman berdasar UU Nomor 5 tahun 1990, Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 21 ayat 2. Dari undang-undang tersebut, pelaku terancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah.