Kreativitas di Yokohama, Menggabungkan Masa Lalu dan Masa Kini

By National Geographic Indonesia, Selasa, 6 Agustus 2019 | 10:38 WIB
Pemandangan senja di Yokohama. Shot on OPPO Reno 10x Zoom. (Didi Kaspi Kasim)

Nationalgeographic.co.id – Saya mencoba membayangkan situasi Yokohama ketika ia hanyalah desa nelayan kecil dan belum menjadi kota besar yang ramai seperti sekarang. Ya, berbicara tentang Yokohama, kehidupannya yang sederhana perlahan berubah ketika Matthew C.Perry bersama dengan armada dan kapal perang Angkatan Laut AS menginjakkan kakinya di kota tetangga Kanagawa pada 1853.

Lima tahun setelah kedatangan armada AS tersebut, Kanagawa ditetapkan sebagai pelabuhan pertama Jepang di bawah Perjanjian Harris 1858. Dengan begitu, orang-orang asing pun bisa tinggal dan berdagang di sana. Sayangnya, Kanagawa saat itu juga menjadi salah satu pos penting dan jalanan utama sehingga pemerintah Jepang tidak suka jika ada orang asing yang bisa mengaksesnya dengan bebas.

Sebagai gantinya, mereka kemudian mendirikan pelabuhan di Yokohama, yang terisolasi dari jalan raya.

Seiring berjalannya waktu, Yokohama pun berkembang pesat menjadi salah satu pelabuhan utama dan pusat perdagangan Jepang.

Anak muda menikmati waktu santainya di sekitar pelabuhan. Shot on OPPO Reno 10x Zoom. ( Didi Kaspi Kasim)

Meski sempat hancur akibat gempa bumi dan kebakaran yang terjadi pada September 1923, serta korban serangan udara Sekutu selama Perang Dunia II, Yokohama berhasil bangkit kembali. Laju pembangunannya pun dipercepat pada 1950-an.

Perkembangan populasi mulai meningkat setelah 1960. Dan pada 1980, Yokohama mengalahkan Osaka untuk menjadi kota terbesar kedua di Jepang. Rekor ini pun masih berlaku hingga saat ini.

Yokohama juga disebut-sebut sebagai “pintu masuk Jepang”. Sejak pelabuhan dibuka, Yokohama sangat bersemangat menerima budaya dan informasi baru dari penjuru dunia. Yokohama, yang kerap disebut sebagai “Hamakko” dalam bahasa Jepang, terbuka untuk mengadopsi segala hal yang baik.

Yokohama yang saya lihat saat ini, mungkin sudah sangat berbeda dengan apa yang disaksikan komodor Amerika saat pertama kali merapat di perairan Jepang.

Meski telah bertransformasi menjadi kota modern, Yokohama tetap mempertahankan nilai masa lalunya. Shot on OPPO Reno 10x Zoom. (Didi Kaspi Kasim)

Kini, banyak anak-anak muda yang bermain bola kaki di sekitar pelabuhan. Ada juga yang sambil memotret suasana kota dengan kamera-kamera mereka. Pemandangan tersebut seolah bercerita bagaimana Yokohama sudah bertransformasi sebagai kota modern yang tetap memelihara nilai masa lalunya.

Yang paling spesial dari kota ini adalah bagaimana ia sukses menggabungkan modernitas dengan sejarah masa lalu. Tidak hanya diterapkan pada museum, tapi juga taman, hingga gedung-gedung tingginya. Yokohama mencoba tidak ketinggalan zaman namun tetap menghormati seni tradisional Jepang.