Nationalgeographic.co.id - Pakar ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, proses penyalaan listrik di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten tidak terjadi secara serempak untuk mengurangi risiko bahaya lain.
Risiko lain yang dimaksud Fahmy adalah, bila jaringan listrik dinyalakan serempak, justru akan menimbulkan kerusakan jaringan dan menyebabkan pemadaman di wilayah lain. Hal ini karena adanya ketidakseimbangan daya listrik.
Baca Juga: 4 Inovasi Teknologi yang Muncul Setelah Pendaratan di Bulan 50 Tahun Lalu
Seperti kita tahu, listrik di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten padam serentak pada Minggu (4/8/2019) siang. Namun, untuk proses penyalaan listrik antara satu daerah dengan daerah lain berbeda. Hal ini mengakibatkan, ada daerah yang merasakan pemadaman listrik selama 7-8 jam, ada yang 12 jam, ada juga yang 24 jam atau lebih.
Perlu waktu
Fahmy menjelaskan, jaringan listrik Jawa Bali menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Nah, untuk menghidupkan jaringan yang mengalami blackout atau pemadaman listrik, tidak bisa dilakukan secara langsung.
"Selain berisiko menimbulkan bahaya di tempat lain, PLTU membutuhkan waktu untuk menghasilkan uap kembali agar bisa menggerakkan turbin dan akhirnya menghasilkan listrik," jelas Fahmy dihubungi Kompas.com, Rabu (7/8/2019).
Secara teoritis, proses PLTU dihidupkan sampai menghasilkan listrik kembali membutuhkan waktu sekitar delapan jam. Hal inilah yang membuat penyalaan listrik kemarin rata-rata delapan jam.
Sementara untuk daerah lain yang listrik menyala lebih dari delapan jam, Fahmy menuturkan hal ini kemungkinan besar karena otoritas terkait mempertimbangkan daerah mana yang menjadi prioritas untuk dihidupkan terlebih dahulu.
"Kalau mementingkan keinginan konsumen untuk (listrik) segera hidup, ini berbahaya. Risiko akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi," ucap Fahmy yang juga dosen di UGM itu.
Baca Juga: Kontaminasi Radioaktif di Wilayah Ini Ternyata Lebih Banyak dari Chernobyl
Fahmy mengungkap, saat terjadi blackout serentak dalam waktu lama seperti kemarin Minggu, hanya ada dua pilihan. Mengikuti keinginan warga agar listrik cepat menyala tapi ada risiko bahaya lain, atau menunggu proses selesai sampai delapan jam.
"Kalau sesuai dengan SOP, ya dia diproses dulu sampai delapan jam itu, baru kemudian dihidupkan," tutup Fahmy. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Padamnya Bersamaan, Kenapa Listrik Sebagian Jawa Tak Menyala Serempak?". Penulis: Gloria Setyvani Putri.