Nasib Penyu di Tapanuli, Kerap Disantap Sebagai Camilan

By National Geographic Indonesia, Rabu, 4 September 2019 | 17:18 WIB
Penyu hijau. (Thinkstock)

Nationalgeographic.co.id - Masuk dalam daftar merah spesies yang terancam punah membuat satwa langka dan dilindungi itu tak bisa hidup dengan tenang. Ancaman dari perubahan iklim, pembuangan sampah di laut, perdagangan daging dan telur, sampai menjadi santapan manusiamenghantui satwa pengembara samudera tersebut. Indonesia sendiri adalah rumah bagi 6 dari 7 spesies penyu di dunia yang tersebar di berbagai perairan Nusantara.

Alhasil, banyak masyarakat yang berburu penyu untuk dijual dan dijadikan santapan, bahkan di kawasan Pantai Barat Sumatera tepatnya Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut), satwa langka ini kerap dijadikan tambul sebagai pendamping minuman tradisional tuak.

Baca Juga: Gletser Mencair Akibat Perubahan Iklim, Lima Pulau Baru di Rusia Terungkap

Menurut informasi dari Ketua Komunitas Konservasi Pantai Binasi, Budi Sikumbang ada penduduk beberapa desa di Tapanuli Tengah yangsengaja berburu penyu hanya untuk dijadikan tambul. Seperti Desa Muaranauli, Desa Sitiris-sitiris, dan Desa Madani.

"Marak sekarang yang terjadi jangankan telur, penyunya saja dimakan di sini. Ada beberapa desa mata pencahariannya khusus penyu (berburu). Di sini identik dijadikan tambul," kata Budi kepada VOA, Selasa (3/9) malam.

Lanjut Budi, bukan hanya dagingnya untuk dimakan, tapi bagian karapas (cangkang) penyu juga dijadikan sebagai hiasan. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyu yang merupakan satwa dilindungi menjadi penyebabnya.

"Menurut pembicaraan kami dengan warga, daging penyu itu sedikit enak dibanding daginglain. Di sini bukan hanya penyu yang dimakan, dugong juga dikonsumsi," ungkap Budi.

Seekor penyu sisik yang ditangkap nelayan dan hendak dijual ke lepau tuak di Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Minggu, 1 September 2019. (Komunitas Menjaga Pantai Barat via VOA Indonesia)

Fenomena beberapa masyarakat di Tapanuli Tengah yang menjadikan penyu sebagai tambul baru terdengar oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut. Kepala BKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi bahkan menuturkan kepada VOA perburuan terhadap penyu di Tapanuli Tengah baru terdeteksi oleh pihaknya.

"Ada beberapa kejadian belakangan ini. Yang pertama sempat viral karena ada yang dikonsumsi. Memang secara tradisional dulu masyarakat mengonsumsi tapi mungkin bukan jenis penyu. Ini jenis yang dilindungi. Baru ini yang terdeteksi mereka sering makan dan menangkap penyu," tuturnya.

BBKSDA Sumut saat ini telah berupaya melakukan pencegahan perburuan terhadap penyu yang dilakukan beberapa masyarakat di kawasan Pantai Barat Sumatera, terutama wilayah Tapanuli Tengah. Papan peringatan dan informasi tentang satwa langka penyu juga akan dipasang di beberapa titik garis pantai di Tapanuli Tengah.

Baca Juga: Agustus 2019, Ada 673 Gempa yang Terjadi di Indonesia

Sementara itu, Koordinator Komunitas Menjaga Pantai Barat, Damai Mendrofa mengatakan pekan lalu seekor penyu jenis lekang dijadikan santapan warga di Desa Muara Nauli, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut. Penyu tersebutawalnya naik ke daratan untuk bertelur ditangkap, diikat, dan dimasak oleh warga.

"Ini berarti ada informasi yang belum lengkap di masyarakat. Padahal daging penyu ini tidak baik untuk kesehatan.Kami dari Komantab sedang menyusun rencana aksi melakukan sosialisasi terhadap masyarakat," ujar Damai.

Beberapa daratan di kawasan Tapanuli Tengah seperti Pantai Binasi merupakan tempat bertelurnya dan sarang bagi berbagai jenis penyu. Namun belakangan, jumlah sarang penyu di Pantai Binasi mengalami penurunan tiap tahunnya. Tahun 2013 sedikitnya ada 58 sarang telur penyu di Pantai Binasi. Tapitahun 2018 hanya ada 28 sarang telur penyu yang terdapat di Pantai Binasi.

Artikel ini pernah tayang di voaindonesia.com dengan judul "Nestapa Penyu di Pantai Barat Sumatera, Kerap Disantap untuk 'Tambul'". Penulis: Anugrah Andriansyah.