Film 'Waste On My Plate" Kampanyekan Dampak Plastik Bagi Tubuh

By Celine Veronica, Selasa, 10 September 2019 | 06:45 WIB
Produser dan sutradara film dokumenter Waste on My Plate. (Celine Veronica)

Nationalgeographic.co.id – Setelah berhasilnya film pendek Diary of Cattle terpilih untuk diputar dalam festival film bergengsi Visions du Reel, pada 11 April 2019 lalu di Swiss, David Darmadi (sutradara) dan Lidia Afrilita (produser) memperpanjangnya dengan film dokumenter Waste on My Plate.

Jika Diary of Cattle berfokus membuat para penonton berempati kepada sapi-sapi yang memakan sampah, maka berbeda dengan Waste on My Plate berfokus pada tingginya jumlah angka sampah, terutama sampah plastik dan dampaknya terhadap rantai kehidupan. Lewat filmnya, David dan Lidia menampilkan ironi kehidupan salah satu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Padang, Sumatera Barat.

“Dari film Diary of Cattle, kita terinspirasi bikin film versi panjangnya, yang nantinya akan membuat sebuah impact,” ujar Lidia Afrilita saat ditemui di Maple and Oak, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (06/09/2019).

Potongan gambar Waste on My Plate. (Good Pitch 2019)

Dilansir dari Beritagar.id, Trailer film dibuka dengan potongan gambar gerombolan sapi yang berkeliaran di tempat pembuangan sampah dan mengonsumsi sampah-sampah (plastik) tersebut sebagai pakan mereka. Kemudian, cuplikan gambar berganti dengan potongan gambar daging sapi mentah dan rendang.

Lewat kumpulan gambar tersebut, David seolah ingin menampar penonton dengan kenyataan bahwa perilaku buruk manusia terhadap lingkungan akan kembali berdampak buruk pada diri sendiri.

Dari film tersebut ingin membuat diskusi nasional tentang bagaimana mikroplastik akan memasuki sistem pangan kita.

Menurut Lidia, film dokuementer Waste on My Plate memiliki tiga target kampanye, yaitu change mindset, change behavior dan mendorong kebijakan yang baik untuk tata kelola sampah.

Yang dimaksud change mindset, yaitu mengubah pola pikir manusia untuk tidak menggunakan plastik. Menurutnya, sampah yang dipakai suatu saat akan kembali lagi ke kita dan akan berdampak bagi tubuh.

“Bahwa selama ini kita pikir gapapa pakai plastik dulu, toh nanti saya buang. Nah, kita mau change mindset itu, bahwa apa yang sudah dibuang itu perjalannya masih panjang,” pungkas Lidia.

Kemudian, change behavior, yaitu ketika manusia sudah sadar akan dampaknya, masyarakat Indonesia bersama-sama mengubah perilakunya. Dimana masyarakat membiasakan diri untuk tidak menggunakan plastik, jika bisa tanpa plastik.

Lalu, untuk level yang lebih tinggi, mereka berharap mendorong adanya kebijakan yang lebih baik lagi dalam tata kelola sampah yang aman bagi lingkungan dan ekosistem.

Jika masalah sampah di Indonesia tidak dibenahi maka cepat atau lambat manusia justru akan mengonsumsi sampah yang dihasilkannya sendiri. Daging sapi yang mengonsumsi plastik akan mengandung mikroplastik dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang lebih tinggi, seperti timbal, yang jika dikonsumsi akan berbahaya bagi manusia.

Diangkatnya isu sosial ini, diharapkan dapat berdampak pada perubahan perilaku terhadap alam dan lingkungan sekitar.