Akibat Polusi Udara, Banyak Anak-anak Mengidap Penyakit Mental

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 1 Oktober 2019 | 14:51 WIB
Tingginya tingkat polusi udara membuat pemandangan kawasan Jakarta Selatan terlihat samar. (Bayu Dwi Mardana)

Nationalgeographic.co.id – Ketika paparan polusi udara sangat tinggi dan jalan raya dipenuhi oleh kabut, beberapa rumah sakit dipenuhi oleh anak-anak yang mengidap penyakit mental.

Para peneliti menemukan fakta bahwa tingginya polusi udara berkaitan dengan lonjakan masalah kejiwaan pada anak-anak.

Mereka yang tinggal di lingkungan kumuh dan rentan polusi udara, cenderung mengalami depresi dan memiliki keinginan untuk bunuh diri, dibanding anak-anak yang tinggal di wilayah yang lebih ‘bersih’.

Baca Juga: Terpapar Gas Air Mata Kedaluwarsa, Apa Dampaknya bagi Tubuh?

Dipublikasikan pada jurnal Environmental Health Perspectives, para peneliti dari Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, pertama-tama mempelajari konsentrasi partikulat (PM 2,5) di sekitar Hamilton County, Cincinnati.

Hasilnya kemudian dibandingkan dengan jumlah kunjungan gawat darurat psikiatri pediatrik dengan keluhan seperti kecemasan, skizofrenia, depresi, gangguan bipolar, bunuh diri, dsb.

Ternyata, ada hubungan antara keduanya. Jika terjadi periode pencemaran udara yang tinggi, maka di rumah sakit ada banyak anak dengan keluhan kesehatan mental akut dalam satu atau dua hari ke depan.

Lebih lanjut, lonjakan penyakit mental ini terjadi pada anak-anak yang tinggal di lingkungan kumuh.

Baca Juga: Jumlah Penderita ISPA Akibat Karhutla Capai 919.516 Orang di Bulan September

“Studi ini adalah yang pertama kali menunjukkan kaitan antara kadar polusi udara dan peningkatan gejala penyakit kejiwaan pada anak-anak. Terutama kecemasan dan keinginan bunuh diri,” kata Cole Brokamp, Phd, peneliti di divisi Biostatistic and Epidemiology, Cincinnati Children’s Hospital.

“Fakta bahwa anak-anak yang tinggal di lingkungan miskin mengalami efek kesehatan yang lebih parah dari polusi udara, menunjukkan bahwa hal tersebut dapat memperparah dan meningkatkan frekuensi gejala kejiwaan,” paparnya.

Penelitian lebih lanjut masih sangat dibutuhkan sebelum para ilmuwan dapat sepenuhnya memahami hubungan antara polusi udara dan pikiran manusia. Meski begitu, dengan ini, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa efek dari emisi karbon dan bahan bakar fosil ternyata sangat berbahaya bagi kesehatan manusia–baik bagi fisik maupun mental.