Berkunjung ke Kolak Sekancil, Wisata Sambil Melestarikan Hutan Mangrove

By Gita Laras Widyaningrum, Minggu, 27 Oktober 2019 | 10:00 WIB
Kolak Sekancil. (Hari Maulana)

Nationalgeographic.co.id - Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam menggunakan kapal kecil dari Dermaga Sleko, Cilacap, Anda akan sampai ke Konservasi Laguna Segara Anakan Cilacap (Kolak Sekancil). Di sini, Anda akan menemukan hutan mangrove dengan 56 jenis tanaman bakau yang telah teridentifikasi. Terlengkap dari yang lainnya. 

Selain dapat menjumpai beranekaragam jenis mangrove di Kolak Sekancil, kawasan ini juga menjadi tempat tinggal bagi 64 jenis burung, delapan jenis mamalia dan tiga jenis reptil. Tidak hanya itu, ada juga dua spesies flora dan 12 fauna dengan status konservasi tinggi.

Tidak perlu mengeluarkan banyak uang, untuk menikmati suasana alam di hutan mangrove yang berada di wilayah konservasi Segara Anakan, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap ini, Anda hanya perlu membayar lima ribu rupiah.

Baca Juga: Kisah Dusun Bondan Bangkit dari Kegelapan Berkat Kincir Angin dan Panel Surya

Wahyono, Ketua Kelompok Patra Krida Wana Lestari yang mengelola hutan mangrove tersebut, mengatakan, banyak wisatawan yang tertarik mengunjungi Kolak Sekancil. Di akhir pekan, pengunjungnya bisa mencapai 200 orang per hari.

“Mereka datang berbagai daerah, mulai dari Brebes, Yogyakarta, Purwokerto, dan kota-kota lain di Indonesia. Ada juga turis mancanegara yang datang karena tertarik melakukan penelitian tentang mangrove kami,” paparnya.

Selain menjadi tempat wisata, Kolak Sekancil memang kerap dijadikan objek penelitian terkait konservasi hutan bakau. Beberapa perwakilan universitas bahkan sering meminta Wahyono untuk menjelaskan program pelestarian hutan bakau di Kolak Sekancil.

()

Berawal dari hutan gundul

Menurut Wahyono, sebelum menjadi pusat konservasi dan wisata, kondisi mangrove di Segara Anakan sangat memprihatinkan. Pada tahun 1997, terjadi pembukaan lahan secara besar-besaran untuk tambak sehingga hutan bakau yang ada di sana pun ditebangi. Setelahnya, ada ribuan hektar tambak yang dibuka.

Namun, bisnis tambak tersebut tidak bertahan lama karena mengalami kerugian. Alhasil, pada 1999, yang tersisa di sana hanyalah bekas tambak yang ditinggalkan pemiliknya serta lahan gundul.

Karena sedih melihat kondisinya, pada 2000, Wahyono pun mulai menanam kembali hutan mangrove yang rusak. Selama tiga tahun, ia melakukannya sendiri karena awalnya tidak mudah mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi merawat hutan bakau.

Meski begitu, tanpa lelah Wahyono sering menjelaskan kepada mereka bahwa kita harus melindungi hutan demi kebaikan bersama, terutama untuk membantu kehidupan para nelayan.

“Kami melestarikan hutan mangrove juga sebenarnya untuk menghidupkan para nelayan. Satu-satunya yang dapat melindungi habitat laut di Segara Anakan adalah mangrove. Kalau habitat rusak, maka penghasilan nelayan akan berkurang. Contohnya pernah terjadi pada tahun 1995 dan 1996, karena habitat laut rusak, maka penghasilan nelayan menurun drastis,” paparnya.

Beberapa jenis mangrove yang ada di Kolak Sekancil. ()

Niat baik Wahyono akhirnya berhasil menggerakan beberapa warga Kampung Laut untuk melakukan hal yang sama. Pada 2005, terbentuk Kelompok Patra Krida Wana Lestari yang berfokus untuk melestarikan kembali hutan bakau di Segara Anakan.

Tak lama kemudian, bantuan datang dari Pertamina Refinery Unit IV Cilacap yang juga ingin turut melestarikan hutan bakau di Segara Anakan. Sejak 2009, Pertamina sudah membantu penanaman dan hingga saat ini jumlahnya mencapai 1,4 juta pohon.

“Pertamina bersama masyarakat terus mengembangkan pembibitan berbagai jenis mangrove langka, sehingga diharapkan akan lebih banyak jenis mangrove yang berhasil diselamatkan,” kata Unit Manager Comm, Rel & CSR RU IV Cilacap, Laode Syarifuddin Mursali.

Setelah kondisinya stabil dan hutan bakau sudah kembali lebat, barulah pada 2014, kawasan ini dikembangkan menjadi objek wisata. Pertamina membantu membuat jalur trekking sepanjang 200 meter agar para pengunjung nyaman saat menikmati pemandangan di Kolak Sekancil.

Lahan pendapatan

Kini, Kolak Sekancil terbukti memberikan harapan baru bagi warga sekitar. Mereka bisa mendapatkan penghasilan lebih setelah adanya Kolak Sekancil. Baik dari sisi pariwisata, maupun unit usaha lainnya.

Wahyono mengatakan, Kelompok Patra Krida Wana Lestari juga melakukan pembibitan mangrove. Setiap tahunnya, mereka berhasil menjual 500-600 ribu bibit ke berbagai daerah di Indonesia. Omzetnya bahkan bisa mencapai 675 juta/tahun.

“Kami mengelola hutan mangrove ini kan bukan untuk dipanen hutannya, tapi bagaimana kami bisa menciptakan hutan baru dan menambah lahan penghasilan bagi masyarakat agar mereka tidak kebingungan. Sekarang terbukti hutan memberikan tambahan pemasukan bagi masyarakat,” ungkap Wahyono.

()

Ke depannya, Pertamina dan Kelompok Patra Krida Wana Lestari berharap dapat mengembangkan Kolak Sekancil sehingga bisa memberikan manfaat lebih bagi warga sekitar.

“Dengan mandiri secara ekonomi sehingga mampu memberikan apangan pekerjaan untuk 43 orang, diharapkan eduwisata mangrove ini bisa terus berkembang dan menjadi ikon wisata Kabaputen Cilacap yang dihadiri banyak wisatawan lokal maupun mancanegara,” pungkas Laode.