Selain kota lama, saya juga mengunjungi Stadion Diponegoro, yang berjarak lima belas menit berkendara dari Kota Lama Semarang. Di dalam stadion ini, ribuan orang berbaju merah sudah berkumpul. Orang-orang itu tidak menghiraukan terik yang menyengat. Adalah Festival SRC Indonesia yang menjadi penyebab memerahnya stadion di Karangkidul ini.
Dalam rangka menunjukkan apresiasi SRC kepada masyarakat serta para pemilik toko yang menjadi penggerak utama usaha toko kelontong di berbagai daerah, SRC mengadakan Festival SRC Indonesia. Festival ini merupakan sebuah acara yang ditujukan sebagai selebrasi akbar merayakan kiprah SRC di Indonesia salah satunya di Jawa Tengah. Dalam acara ini disertai peluncuran Gerakan Berkah (Berbelanja Dekat Rumah) oleh Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Kepala Dinas UMKM dan Koperasi Jawa Tengah dan perwakilan SRC.
Selain itu festival ini juga bertujuan mengajak masyarakat Jawa Tengah mendukung UKM dengan cara berbelanja di toko kelontong. UMKM Provinsi Jawa Tengah sangat mensupport Program SRC yang konsisten mendampingi pemilik toko dan memberdayakan UKM di sekitarnya. “UKM-UKM di sini adalah salah satu penyokong besar bagi PDRB Jawa Tengah,” kata Dra. Emma Rahmawati, M. Hum. selaku Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Tengah. “Sokongan itu tiap tahun meningkat dari 8, 9, hingga 10 persen. Ini tanda perekonomian tumbuh,” lanjutnya.
Bakda asar, saya sampai di Lawang Sewu. Bangunan bergaya art deco ini sedang ditimpa matahari petang Semarang. Ratusan tahun silam, bangunan ini adalah tempat berkantornya pegawai-pegawai Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Bermula dari cetak biru yang dibuat oleh arsitek-arsitek perusahaan kereta api swasta Belanda itulah sejarah kereta api di Indonesia dimulai.
Pada Juni 1864, NISM mulai membuat jalur kereta api di Pulau Jawa. Jaringan rel yang pertama menghubungkan Semarang dengan Tanggung. Stasiun yang menghubungkan dua daerah tersebut adalah Stasiun Samarang NIS. Dari situlah tiga tahun kemudian deru kereta api pertama kali terdengar. “Banyak orang mengira Stasiun Kemijen di Semarang Timur dulunya merupakan Stasiun Samarang NIS. Padahal bukan,” kata Yogi kepada saya. Stasiun Kemijen, lanjut pria berkaca bundar ini, bukan dibangun oleh NISM. Tapi, oleh Samarang-Joana Stoomtram Maatschaapij (SJS), perusahaan kereta api lain di Kota Semarang. “Stasiun Kemijen hanya sebuah halte pada masa itu,” ujar Yogi.
Senja sebentar lagi menghilang. Namun, pengunjung Lawang Sewu ini tak berkurang. Wisatawan itu masih asyik bergaya di antara pilar-pilar gedung dan pintu-pintu kayu. Bukan tanpa sebab gedung ini dinamakan Lawang Sewu. Nama itu berasal dari banyaknya pintu-pintu di gedung yang dibangun pada 1904 ini. Tapi, benarkah pintu-pintu itu berjumlah seribu? Entahlah, saya tak berniat untuk menghitungnya.
Sudah sepekan lamanya Didi dan Soleh menjelajahi kota-kota di sepanjang pesisir utara Jawa. Bagi keduanya, penjelajahan ini bukan sekedar perjalanan biasa. Banyak cerita-cerita manusia dan sejarah kota-kota yang mereka temui selama perjalanan ini. “Dari perjalanan ini saya banyak tahu soal sejarah-sejarah kota di sepanjang pesisir utara” kata Soleh. Semarang, kota di mana derit rel-rel kereta api pertama terdengar, adalah kota tempat berakhirnya perjalanan Jelajah Pesisir Utara Jawa ini.
Baca Juga: Pojok Lokal: Langkah Kecil Untuk Kesejahteraan
Kisah ini merupakan bagian dari jurnal perjalanan National Geographic Indonesia dalam menjelajahi kota-kota pesisir. Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia, bersama Soleh Solihun, jurnalis, akan menyusuri beberapa ruas kawasan di pesisir utara Jawa. Mereka melakukan misi pengembaraan singkat bertajuk “Jelajah Pesisir Utara Jawa”. Keduanya mengendarai sepeda motor untuk singgah di Bekasi, Cirebon, Pekalongan, dan berujung di Semarang.
Tim jelajah singgah di tempat-tempat yang memiliki jejak sejarah kereta, geliat warga dalam usaha kecil menengah, dan toko kelontong SRC yang memiliki Pojok Lokal untuk produk-produk UKM. Penugasan ini digelar selama tujuh hari, 18 – 24 November 2019. Tujuan Jelajah Pesisir Utara Jawa ini adalah menyaksikan aspek-aspek yang membentuk riwayat kota sampai perkembangannya hingga hari ini. Pembangunan infrastruktur Jalan Raya Pos dan jaringan kereta api telah membuat kota-kota menjadi lebih dekat makin kuat.
Simak jurnal perjalanan harian #JelajahPesisirUtaraJawa di akun media sosial dan web National Geographic Indonesia.
#JelajahPesisirUtaraJawa #NGIonAssignment_SRC #DekatMakinKuat #JadiLebihBaik #BerbelanjaDekatRumah