Nationalgeographic.co.id – Keberadaan Bahtera Nuh (Noah’s Ark) telah menjadi buruan peneliti sejak dahulu kala. Ada yang mengatakan, kapal ini mendarat di Turki setelah 150 hari berada di dalam air.
Pada 2010, para penjelajah yang berafiliasi dengan Noah’s Ark Ministries International (NAMI), sebuah kelompok Kristen evangelis yang berbasis di Hong Kong, mengatakan bahwa mereka telah menemukan jejak kapal kuno tersebut di Gunung Ararat, Turki.
Namun, hasil penemuan mereka itu mendapat tanggapan keras dari komunitas ilmiah yang lebih luas.
Baca Juga: Istana Peninggalan Suku Maya Ditemukan di Tengah Hutan Meksiko
Kemudian, pada 2017, dilansir dari The Daily Mail, seorang ‘pemburu bahtera Nuh’ asal California, yakin ada bukti yang menyatakan bahwa kapal dan penumpang tersebut memang kandas di Gunung Ararat.
Profesor Raul Esperante dari Geoscience Research Institute merupakan satu dari 108 ilmuwan dunia yang bergabung dalam International Syposium of Mount Ararat and Noah’s Ark di Agri, Turki, selama tiga hari. Mereka mencoba mencari bukti lokasi peristirahatan terakhir kapal yang disebut dalam Alkitab tersebut.
“Tujuan saya adalah mengunjungi situs-situs di sekitar gunung untuk menemukan petunjuk tentang bencana di masa lalu,” ungkapnya kala itu.
Klaim penemuan Bahtera Nuh
Pada April 2010, para arkeolog dari NAMI melaporkan bahwa mereka telah menemukan kapal yang mereka yakini “99,9%” merupakan artefak kuno Bahtera Nuh.
Tim dengan 15 peneliti yang menjelajahi Turki Timur ini mengklaim telah menemukan Bahtera Nuh di Gunung Ararat yang terletak 13 ribu kaki di atas permukaan laut. Salah satu anggota tim, pembuat film dokumenter, Wing-cheung Yeung, menyatakan: “Meski tidak yakin 100% bahwa ini adalah Bahtera Nuh, tapi kami rasa kemungkinannya 99,9%,” katanya saat itu.
Menurut keterangan mereka, bagian dalamnya dilengkapi dengan beberapa kompartemen yang kemungkinan digunakan untuk menampung hewan. Namun, pendapat skeptis mengatakan bahwa kapal itu bisa saja digunakan untuk membawa senjata atau makanan.