Nationalgeographic.co.id - Wabah novel coronavirus 2019 atau COVID-19 kian menyebar ke banyak negara, termasuk di sekitar Indonesia. Peneliti Universitas Harvard pun sempat mengatakan bahwa Indonesia seharusnya sudah terjangkit, meski sampai Kamis (13/2/2020) Indonesia masih negatif kasus COVID-19.
Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam dan Kamboja telah mengonfirmasi adanya kasus positif COVID-19 di wilayahnya. Wajar jika publik sempat ragu dan bertanya-tanya: “Apakah Indonesia belum ada kasus corona karena tidak memiliki alat yang bisa mendeteksi?”
Baca Juga: Bagaimana Perbandingan Corona dengan Virus Lainnya? Ini Kata WHO
Peneliti Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Frilasita Aisyah Yudhaputri menanggapi keraguan itu dalam seminar “Menyikapi Virus Corona 2019-nCoV” Rabu (12/2/2020). Ia mengatakan, Indonesia sudah memiliki alat pendeteksi virus corona.
“Alatnya seperti apa? Bukan seperti barcode yang tinggal scan trus muncul (hasilnya),” kata Frilasita.
Ia menambahkan, alat tersebut terintegrasi dengan sistem, fasilitas, laboratorium yang memadai dan terstandar, juga SDM yang dapat mengoperasikannya.”
Menurut Frilasita, virus corona ada banyak sekali, tapi hanya ada enam yang dapat menyerang manusia. Tiga diantaranya hanya menyebabkan flu, yang gejalanya sangat ringan sehingga hampir tidak terdeteksi, sementara SARS, MERS, dan COVID-19 mengancam nyawa manusia.
Untuk mendeteksi virus corona, LBM Eijkman menggunakan metode kombinasi, teknik PCR dan sequencing dengan gen RNA-dependent RNA Polymerase (RdRP) virus yang membantu proses identifikasi.
"Dalam penanganan virus corona, LBM Eijkman mempunyal fasilitas laboratorium tersertifikasi untuk menangani patogen risiko tinggi yakni laboratorium Biosafety Level (BSL) -2 dan -3," katanya.
Baca Juga: Empat Hal yang Sedang Diselidiki Para Ilmuwan Tentang Virus Corona
Melalui pendekatan bio-molekuler, virus corona dapat terdeteksi dengan akurat. LBM Eijkman telah memiliki kapasitas dan kemampuan dalam mendeteksi secara sensitif dan spesifik keberadaan virus COVID-19. Setidaknya sejak 2015, LBM Eijkman telah meneliti dan mempublikasikan empat penelitian coronavirus Human CoV OC43. Pernyataan ini dapat menjadi bantahan klaim peneliti Harvard terkait Indonesia yang tidak memiliki kemampuan mendeteksi virus corona yang cukup.
Frilasita berharap, keterangannya dapat menguatkan kepercayaan masyarakat Indonesia dan Internasional bahwa di Indonesia memang saat ini tidak terdapat kasus positif COVID-19 bukan karena tidak memiliki kapasitas yang memadai.