Nationalgeographic.co.id - Kumbang Chafer genus Epholcis diketahui hanya ada enam spesies--ditemukan dan diidentifikasikan oleh Britton pada 1957 di New Queensland dan New South Wales, Australia. Namun kini, para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), telah menemukan empat spesies baru genus Epholcis. Berdasarkan keterangan dari LIPI, empat spesies kumbang baru tersebut berasal dari Halmahera, Obi dan Kepulauan Ternate.
Mereka adalah Epholcis acutus, Epholcis arcuatus, Epholcis cakalele, dan Epholcis obiensis. Penamaan spesies-spesies baru tersebut disesuaikan dengan ciri fisik kumbang, tarian adat khas Maluku, dan pulau penemuan spesies tersebut.
Baca Juga: Bagaimana Dampak Perubahan Iklim Pada Wilayah Kutub dan Tropis?
Di Australia, mereka dikenal sebagai pemakan daun pohon Eukaliptus. Namun, di Maluku, kumbang ini memakan tumbuhan dari famili Myrtaceae.
Untuk mengidentifikasi spesies baru ini, para peneliti menggunakan metode taksonomi klasik, teknik diseksi genitalia, dan teknik makro fotografi.
“Metode ini mengandalkan penelitian morfologi, penelusuran melalui publikasi lawas, dan studi banding dari satu museum ke museum lain,” ungkap Pramesa Raden Pramesa Narakusumo, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Penelitian untuk mengidentifikasi contoh fisik tunggal kumbang ini telah dilakukan sejak 2015 melalui koleksi Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi Puslit Biologi LIPI dan Naturalis Biodiversity Centre, Leiden, Belanda.
“Ditambah dengan perbandingan studi spesimen dari beberapa museum besar lainnya seperti Museum Natural History, London, Inggris; Museum für Naturkunde Berlin, Jerman, Naturhistorisches Museum Basel, Swiss, dan Zoologische Staatssammlung München, Jerman,“ imbuh Pramesa.
Baca Juga: Kabar Buruk, Hutan Amazon Menghasilkan Karbon Lebih Banyak Dibanding yang Diserapnya
Melihat masih luasnya kawasan Indonesia dan masih banyaknya spesies kumbang lainnya yang belum teridentifikasi dari beberapa wilayah lain, Pramesa menyampaikan bahwa mungkin masih ada penemuan kumbang baru.
“Kesempatan untuk menggeluti bidang taksonomi masih sangat terbuka lebar, khususnya bagi para peneliti muda, mahasiswa, maupun masyarakat ilmiah,“ katanya.