Nationalgeographic.co.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan bahwa kawasan mangrove merupakan tempat yang nyaman untuk beberapa jenis mahluk hidup dan organisme seperti udang, ikan, dan kepiting. Mahluk-mahluk tersebut dibutuhkan oleh manusia sebagai sumber nutrisi dan bahan makanan.
Pohon-pohon mangrove juga bisa dipanen seperti tumbuhan lainya. Bahkan, bisa dijadikan benda hiasan atau kerajinan. Jika dipelihara dan dengan pemanfaatan yang tepat, maka mangrove mampu menjadi sumber ekonomi masyarakat dan membantu meningkatkan standar ekonomi daerah.
Bagi masyarakat dengan perairan pantai seperti Semanting, kawasan mangrove jelas memberikan pendapatan bagi para nelayan. Sebab, kawasan mangrove adalah tempat yang tepat untuk memancing, pembibitan ikan, udang, dan berbagai potensi laut lainya. Kawasan mangrove mampu menyajikan ketersediaan sumber daya laut tambahan.
Baca Juga: Hutan Tropis Kehilangan Kemampuannya Menjadi Paru-Paru Dunia
Menurut data Pemerintah Kampung Teluk Semanting, kawasan mangrove di daerah tersebut memiliki total luas ekosistem sebesar 767.2 hektar, vegetasi sebanyak 27 jenis, mamalia 27 jenis, dan burung mencapai 55 jenis.
Kampung Semanting yang mendapat julukan kampung mangrove ini memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dengan total pendapatan Rp4.231.140.000/tahun.
Penjabaran penghasilan di kawasan ini diantaranya ialah hasil ikan Rp2.516.400.000/tahun, olahan ikan Rp161.600.000, ikan asin Rp25.020.000, kerang dara Rp600.000/tahun, keong Rp360.000/tahun, kepiting bakau Rp518.400.000/tahun, tiram Rp360.000/tahun, kayu mangrove Rp4.800.000, dan atap nipa Rp3.600.000/tahun.
Angga Zulherfahnur, salah satu warga Semanting sekaligus relawan Photovoices International mengatakan bahwa mangrove di wilayahnya juga berfungsi sebagai penahan abrasi dan penyaring sampah yang dibuang oleh masyarakat.
Selain itu, mangrove menjadi sumber makanan laut karena ikan-ikan akan bertelur di mangroove saat masa kawin. Ini karena kawasan inti mangrove Semanting dilalui oleh beragam aliran air seperti Sungai Pindu Kanan, Sungai Pindu Kiri, dan Teluk Pangkul.
Kemudian, di dalam kawasan inti mangrove terdapat demplot pembesaran kepiting seluas 10m2 x 10m2 (100m2). Demplot ini berguna untuk investasi jangka panjang bagi kebutuhan masyarakat.
Baca Juga: Penemuan Terbaru: Katak Renda Piasak dari Kalimantan yang Bisa Menyamar
Di sisi lain, Wakil Bupati Berau Agus Tamtomo mengatakan bahwa perlu adanya pemanfaatan ekonomi di kawasan mangrove. Dengan meminimalkan perambahan di kawasan mangrove maupun hutan lainnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Berau sedang mencoba menghubungi berbagai sektor bisnis yang menghasilkan emisi terkait kewajiban carbon trade atas emisi yang dihasilkan dari produksi.
"Sebagai contoh, perusahaan otomotif punya kewajiban kompensasi. Setiap kali mereka menaikkan produksi, tanpa sengaja mereka juga meningkatkan emisi. Oleh sebab itu, mereka diwajibkan melakukan carbon trade. Biasanya diberikan dua pilihan, menanam atau menjaga yang sudah ditanam. Nah yang kedua ini yang bisa kita lakukan. Kita punya mangrove, tinggal masyarakat menjaga dan itu mendapat bayaran dari perusahaan," ucap Agus saat sesi doorstop di acara Program Photovoices Kampung Teluk Semanting, Kalimantan Timur (05/03/2020).