Nationalgeographic.co.id - Hutan mangrove di Indonesia kini dalam kondisi kritis. Dalam tiga dekade terakhir, lebih dari 50% hutan mangrove di Indonesia hilang. Sebagian besar akibat konversi lahan untuk budidaya perikanan dan pembangunan. Hal ini juga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat kerusakan hutan mangrove tercepat di dunia.
Untuk mengatasi hal ini, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) afiliasi dari The Nature Conservacy (TNC), mengusung Mangrove Ecosystem Alliance atau Aliansi Restorasi Ekosistem Magrove (MERA).
Ini merupakan sebuah platform kemitraan yang bekerja sinergis untuk menyelamatkan dan melestarikan hutan mangrove. Program kerja MERA berlandaskan kajian ilmiah yang kuat sebagai acuan untuk membuat rencana desain restorasi hutan mangrove. Hal ini penting untuk mendukung kembalinya fungsi hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem, bukan sekadar kumpulan pohon-pohon mangrove.
Baca Juga: Lebih Dari 50% Hutan Mangrove di Indonesia Hilang, Apa Penyebabnya?
"Program kami tidak hanya mengutamakan seberapa banyak mangrove yang ditanam, tapi juga bagaimana itu bisa dikelola. Tidak hanya menanam mangrove, tapi juga mengatur orang-orang yang terlibat dalam proses pelestariannya. Kami merestorasi, artinya mengembalikan fungsi," papar M Imran Amin, Direktur MERA.
Salah satu area yang menjadi sasaran MERA adalah Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA). Saat ini, kajian awalnya sudah mencapai 80%.
Kepala BKSDA Jakarta, Ahmad Munawir, menyambut baik program MERA. Menurutnya, MERA benar-benar memberikan contoh bahwa dalam membangun sebuah rencana restorasi kawasan harus didasari analisa ilmiah yang kuat.
Saat ini MERA sedang dalam tahap menyelesaikan master plan pengelolaan kawasan, serta detail design enginering untuk pembangunan infrastruktur yang sesuai kaidah-kaidah konservasi. Harapannya, setelah ini selesai, dapat segera memulai kegiatan restorasi ekosistemnya karena titik-titik yang akan direstorasi sudah dipetakan.
Baca Juga: Hari Penyu Dunia: Penyu Paling Kecil Seantero Jagat Ini Terancam Punah, Apakah Kita Penyebabnya?
Tahapan selanjutnya adalah penyelesaian rencana pemulihan ekosistem, persiapan pembangunan infrastruktur, dan menyiapkan modul-modul untuk pendidikan lingkungan hidup.
Dalam lima tahun ke depan, memastikan SMMA dapat digunakan sebagai pusat edukasi dan wisata terbatas dengan melakukan penguatan kelembagaan pengelola SMMA dan penyediaan mekanisme pendanaan berkelanjutan.
Tidak hanya dengan pemerintah, MERA juga menggandeng pihak swasta untuk keberlangsungan program. Di antaranya bersa Asia Pulp & Paper (APP/Sinar Mas), Indofood Sukses Makmur, Chevron Pacific Indonesia, dan segera bergabung Djarum Foundation.
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR