Nationalgeographic.co.id - Ketika pameran manga Jepang diadakan di British Museum London pada 2019, seorang editor sekaligus penulis bermacam topik internasional, Christine Ro, melihat bagaimana bentuk narasi dan visual manga dapat memengaruhi dunia.
Manga dan anime (animasi Jepang) menawarkan paparan formatif pertama terhadap budaya bagi banyak orang di seluruh dunia, melansir tulisan Ro pada BBC.
Hal ini juga berlaku pada kartunis Korea Yeon-sik Hong, yang mendokumentasikan kisah keluarganya untuk mencapai keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan melalui karya Uncomfortably Happily.
“Ketika saya memikirkan budaya Jepang, hal pertama yang muncul di pikiran saya adalah manga dan anime. Banyak orang Korea tidak memiliki pengetahuan tentang komik dan animasi akan berpikir dengan cara yang sama. Saya pikir keduanya mewakili budaya Jepang," tulis Ro mengutip Hong di halaman BBC.com (12/06/2019).
Baca Juga: Filosofi Wabi Sabi, Melihat Keindahan dalam Ketidaksempurnaan
Hong percaya, meskipun hubungan Korea-Jepang rumit karena invasi Jepang di masa silam, tapi kedua negara ini juga memiliki kedekatan geografis dan pemahaman budaya pop. Tentu saja ada beberapa perbedaan di kedua sisi. Komik Korea di Jepang cenderung dilokalkan, atau diasah dengan desain Korea dan elemen bahasa mereka.
Warisan kolonial juga memengaruhi penerimaan manga di negara Timur Tengah. Alexandra Gueydan-Turek, seorang profesor studi Prancis dan Francophone di Swarthmore College AS, melihat bahwa manga adalah cara yang berguna bagi negara-negara pascakolonial untuk bergulat dengan identitas budaya mereka sendiri.
Dia menelusuri kelahiran Dz-manga, atau manga Aljazair, ke tren yang bermakna ganda. Jepang yang memiliki letak geografi yang jauh dan tidak memiliki kesamaan sejarah justru menghadirkan alternatif bagi dominasi tradisional Prancis di Aljazair. Gueydan-Turek melihat ini sebagai hal yang positif bagi budaya Aljazair.
Senada dengan Gueydan-Turek "manga adalah cara bagi mereka untuk menemukan budaya yang jauh dari Aljazair", tutur Salim Brahimi, direktur penerbit manga Aljazair Z-Link.
“Cara besar bagi orang Aljazair untuk menemukan dan menghayati budaya Jepang adalah lewat manga, meskipun bentuk-bentuk budaya Jepang lainnya, seperti video game dan makanan, juga telah ditemui," imbuh Brahimi.
Z-Link sendiri menerbitkan judul-judul manga dalam bahasa Arab, Prancis dan Berber, serta majalah Laabstore, yang didedikasikan untuk manga, anime, dan permainan.