Mengapa Ada Tujuh Hari dalam Seminggu? Berikut Penjelasannya

By National Geographic Indonesia, Kamis, 21 Mei 2020 | 12:06 WIB
Ilustrasi kalender. (Brooke Lark/Unsplash)

Namun, budaya Babilonia begitu dominan di wilayah Timur Dekat, terutama pada abad keenam dan ketujuh sebelum Masehi (SM), sehingga pengaturan minggu dan banyak gagasan lain mereka tentang waktu - seperti satu jam berisi 60 menit - bertahan.

Pengaturan seminggu tujuh hari menyebar ke Timur Dekat dan kemudian diadopsi oleh orang-orang Yahudi yang menjadi tawanan orang Babilonia pada puncak kekuatan peradabannya masa itu.

Budaya-budaya lain di daerah sekitarnya mengikuti gagasan tujuh hari dalam seminggu, termasuk kekaisaran Persia dan Yunani.

Berabad-abad kemudian, ketika Alexander Agung mulai menyebarkan budaya Yunani ke Timur Dekat sampai India, konsep tujuh hari dalam seminggu juga menyebar. Para ilmuwan menduga bahwa India mungkin kemudian memperkenalkan tujuh hari seminggu ke wilayah Cina.

Baca Juga: Ekspedisi Rahasia Hitler ke Antartika Demi Mencari Bahan Baku Margarin

Ketika orang-orang Romawi mulai menaklukkan wilayah yang dipengaruhi oleh Alexander Agung, orang-orang Romawi juga bergeser ke gagasan satu minggu tujuh hari.

Kaisar Konstantinus menetapkan bahwa tujuh hari dalam seminggu adalah minggu resmi Romawi dan menjadikan hari minggu sebagai hari libur umum pada 321 Masehi.

Gagasan mengenai “akhir pekan” tidak diadopsi sampai zaman modern pada pada ke-20.

Meskipun ada beberapa upaya baru-baru ini untuk tidak lagi menggunakan tujuh hari seminggu, namun hal ini sudah dilakukan begitu lama sehingga menjadi suatu kebiasaan yang sepertinya akan lama bertahan.

Artikel ini diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Agradhira Nandi Wardhana.

Penulis: Kristin Heineman, Instructor in History, Colorado State University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.