Bagaimana Strategi Berkuliah di Luar Negeri Ketika Masa Pandemi?

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 26 Mei 2020 | 16:59 WIB
Liberty Enlightening the World—Patung Liberty di New York, Amerika Serikat. Patung berukuran raksasa ini diresmikan pada 28 Oktober 1886, memperingati seabad kemerdekaan Amerika Serikat. (wallpapercave)

Nationalgeographic.co.id— Banyak lulusan SMA di Indonesia yang memimpikan kuliah di luar negeri. Kendati perguruan tinggi negeri di Tanah Air tidak kalah bagusnya, kuliah di luar negeri masih dianggap menjadi salah satu kunci kesuksesan oleh banyak remaja. Selain itu mendapatkan gelar sarjana dari luar negeri bisa eningkatkan kepercayaan diri, setidaknya mereka mendapatkan pendidikan berstandar internasional. Itu dari sisi akademik.

Kuliah di luar negeri juga membentuk jati diri, dan membuat kita merasakan pengalaman budaya yang beragam. Kita pun merasa menjadi “warga dunia”.

Sederet kampus di beberapa negara telah menjadi destinasi belajar paling populer di kalangan pelajar Indonesia. Menurut hasil survei UNESCO terhadap 5.500 pelajar Indonesia pada 2019, menunjukkan Amerika Serikat menjadi salah satu negara berbahasa Inggris yang favorit sebagai tujuan belajar.

Baca Juga: Studi: Hoaks Rentan Disebar Oleh Mereka yang Tingkat Pendidikan dan Penghasilannya Rendah

Alasannya, gelar sarjana dari Amerika Serikat membuat mereka lebih percaya diri di dunia kerja. Pendapat ini dibenarkan oleh Irene, yang setelah lulus SMA di Singapura memutuskan melanjutkan kuliah di Negeri Paman Sam. Ia ingin mempunyai gelar sarjana berstandar internasional supaya dapat bersaing untuk masuk ke perusahaan di luar negeri.

“Aku menargetkan untuk kerja di luar negeri. Jadi, kuliah di universitas punya nama di luar negeri sepertinya pilihan yang tepat,” ujar Irene, yang telah lulus dari University of California, Los Angeles.

Berbeda dengan Irene, Liana, yang telah menyelesaikan program Human Services and Psychology di New York, menceritakan hal berbeda. Beberapa model pembelajaran membuatnya belajar berpikir kreatif—out of the box. “Gue pernah ikut kelas Critical Thinking waktu kuliah, dan itu iya bener setiap hari lo di-challenge untuk berpendapat dan debat," katanya.

Baca Juga: 8 Masjid Tertua di Amerika yang Masih Kokoh Hingga Sekarang

Kepopuleran Amerika Serikat sebagai tujuan berkuliah dibuktikan oleh data Institute of International Education (IIE). Pada tahun akademik 2018/2019 setidaknya ada 9.130 pelajar Indonesia yang berkuliah di sana. Penyebabnya, tak lain disebabkan oleh sistem perkuliahan Amerika Serikat yang dianggap unik dan berbeda dengan pendidikan di Indonesia.

Namun, bagaimana dengan prospek belajar ke Amerika Serikat saat ini?

Saat ini ada beberapa hal yang harus kita pertimbangkan jika ingin berangkat ke Amerika Serikat untuk melanjutkan kuliah. Pandemi global salah satunya.

Sejak 20 Maret 2020, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia membatasi penerbangan ke luar negeri. Selain itu, nilai tukar kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat ikut melonjak.

Saat ini pemerintah Amerika Serikat juga sudah menerapkan pembatasan terhadap warga asing yang datang ke negaranya. Perguruan tinggi di sana pun memberlakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, yang rencananya akan berlangsung sampai memasuki tahun ajaran baru.

Walaupun mahasiswa asing tetap dapat ikut berkuliah daring, namun sensasinya pasti berbeda. Selain tidak bisa merasakan momen perkuliahan, jam belajarnya pun membuat perkara baru buat kita di Indonesia. Bagaimana tidak? Ketika di Amerika Serikat pagi, di Indonesia tengah malam.

Jadi bagaimana menyiasati standar perkuliahan di Amerika Serikat ketika masa pandemi?

Ikuti juga webinar HaiClass “Masa Depan Sempurna” bersama Tasya Kamila, Amanda Manopo, Lorensia Soegiarto, dan dipandu oleh Jurnalis HAI Ali Sobry pada Kamis, 28 Mei 2020 pukul 16.00. Silakan mendaftar di pranala ini.