Nationalgeographic.co.id—Tim Balai Arkeologi Yogyakarta menyingkap Homo erectus bumiayuensis pada 2019. Fosil itu tampil sebagai manusia purba paling tua di Pulau Jawa, bahkan Nusantara. Usianya berkisar antara 1,7 hingga 1,8 juta tahun, berdasar rekonstruksi bagian bawah Formasi Kaliglagah.
Kapan pendaratan pertama manusia purba ini di Nusantara? Untuk menjawab perkara ini perlu hasil pertanggalan berdasarkan analisis stratigrafis, dan uji pertanggalan absolut melalui pentarikan radiometrik.
"Kalau dari korelasi stratigrafiis ini sudah lanjut kita lakukan untuk setiap sungai yang ada di sana. Semua sungai telah dilakukan korelasinya. Akan tetapi yang kita sampaikan itu interpretasi," kata Harry Widianto, Peneliti Utama Balai Arkeologi Yogyakarta. "Yang sekarang kita butuhkan adalah pertanggalan absolut, di mana fosil ini harus ditanggalkan secara radiometrik."
Timnya menemukan bahwa penelitian Homo erectus bumiayuensis diwarnai dengan berbagai pembaruan seperti proses migrasi fauna. Temuan ini juga memberikan distribusi geografis manusia purba ke wilayah baru, yakni sampai Jawa Barat. Temuan ini spektakuler karena selama ini perseberan yang diketahui hanya mengokupasi daerah Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur.
Sebelumnya para ahli arkeologi berpendapat bahwa manusia ditafsirkan hadir pada 1,5 juta tahun lalu di Sangiran. Namun, temuan Bumiayu mematahkan anggapan itu. Ternyata manusia sudah mengembara sejak 1,7-1,8 juta tahun silam.
Temuan ini sekaligus mempertanyakan teori Out of Africa. Sebab, usia Homo erectus bumiayuensis menunjukkan manusia purba telah bermigrasi dari Afrika jauh lebih tua ketimbang yang diduga.
Baca Juga: Foto-foto dari Penemuan Makam Tutankhamun Pada 1922 Dibuat Berwarna
Homo erectus bumiayuensis pertama kali ditemukan oleh seorang pelestari fosil bernama Karsono. Ia menemukan dua bonggol tulang paha (caput femoralis) dan satu pecahan tulang pada bagian diaphysis yang berwarna coklat di Kali Bodas pada awal 2019.
Kali Bodas terletak sekitar tiga kilometer di sebelah barat Kota Bumiayu. Tepatnya di Dusun Bledong, Desa Bumiayu, Kecamatan Bumiayu. Aliran sungainya intermenten, yakni sungai yang berair hanya saat musim hujan.
Kemudian tim peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta mengidentifikasi temuan Karsono untuk menentukan pertanggalan relatif.
Berdasarkan survei tim, dua bongol tulang berada di dua lokasi yang berbeda. Namun, penemuan itu berada di permukaan sungai yang tersusun oleh litologi Formasi Kaliglagah.
Pada acara yang sama Agus Tri Hascaryo, Geoarkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta mengungkapan aspek geologi situs temuan. "Di Bumiayu sendiri ada batuan tersier dan batuan kuarter. Disitu ada Formasi Kaliglagah, Formasi Kaligintung, dan teras endapan sungai," ujarnya. "Secara geologi, fosil itu ditemukan di permukaan sungai. Di sinilah kita bisa lakukan pelacakan kemudian."
Homo erectus memili struktur tengkorak yang panjang dan bermuka dongos. Tebal tengkoraknya bisa mencapai tiga sentimeter, dan memiliki volume otak yang kecil. Harry melanjutkan bahwa adanya kemungkinan penemuan Homo Erectus di luar Pulau Jawa—seperti di Kalimantan dan Sumatra. Karena saat itu kedua daratan itu masih menyatu sebagai paparan Sunda.
Mengapa fosil ini terawetkan di Jawa? Pulau ini lebih "menguntungkan" bagi arkeolog karena tanahnya memiliki endapan vulkanik. Keuntungan yang dimaksud adalah tanah di Jawa cenderung bisa mengawetkan tulang. Sebaliknya, Kalimantan lebih banyak rawa yang ganas terhadap tulang. Rawa-rawa akan menghancurkan tulang selama kurun waktu lima sampai sepuluh tahun.